GURU SEJATINYA TETAP KUNCI DALAM PROSES PEMBELAJARAN. NAMUN, SEBAGAI AGEN PERUBAHAN, GURU DITUNTUT HARUS MAMPU MELAKUKAN VALIDASI MEPERBAHARUI KEMAMPUANNYA, SESUAI DENGAN TUNTUTAN ZAMAN AGAR TIDAK TERTINGGAL

Loading...
 
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 31 Agustus 2019

Wanita, Tetaplah Engkau Berada Di Dalam Rumah !

“JADI saya pikir pada saat itu setiap wanita akan bereaksi dengan berbagai cara yang berbeda. Beberapa wanita pada saat itu tidak akan memasak, sedangkan yang lainnya akan terlibat dialog dengan suami mereka. Di Seluruh negeri beberapa wanita akan keluar untuk berunjuk rasa. Mereka akan menekan anggota Kongres Senator agar meluluskan undang-undang yang mempengaruhi peran wanita.“

Kalimat di atas diucapkan Betty Friedan untuk menyambut demo besar-besaran wanita pada tanggal 26 Agustus 1970 di Amerika Serikat. Friedan adalah seorang tokoh feminis liberal yang ikut mendirikan dan kemudian diangkat sebagai presiden pertama National Organization for Woman pada tahun 1966. Ia menjadi pemimpin aksi untuk mendobrak UU di Amerika yang melarang aborsi dan pengembangan sifat-sifat maskulin oleh wanita.
Betty Friedan sendiri terlahir dengan nama Betty Naomi Goldstein pada tanggal 4 Februari tahun 1921. Pada giliranya Friedan berkembang menjadi seorang aktivis feminis Yahudi Amerika kenamaan pada durasi medio 1960-an. Puncak momentumnya terjadi setelah ia berhasil mengarang “The Feminine Mystique“ (baca/download bukunya, klik disini) Buku yang menjadi rujukan kaum feminis ini menggambarkan peranan wanita dalam masyarakat industri. Di situ, Friedan mengkritik habis peran ibu rumah tangga penuh waktu yang baginya sangat mengekang dan jauh dari penghargaan terhadap hak wanita.
Buku Freidan pun terjual laris. The Feminine Mystique berubah menjadi “kitab suci” bagi kaum wanita dan ia digadang-gadang sebagai pencetus feminisme gelombang kedua setelah ombaknya pernah menyapu dunia abad 18.
Teori yang sangat ternama sekali darinya adalah apa yang disebut oleh Freidan dengan istilah Androgini. Androgini sendiri adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian peran yang sama dalam karakter maskulin dan feminin pada saat yang bersamaan. Istilah ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu ανήρ (anér, yang berarti laki-laki) dan γυνή (guné, yang berarti perempuan) yang dapat merujuk kepada salah satu dari dua konsep terkait tentang gender.
Namun sejatinya, kata Androgini muncul pertama kali sebagai sebuah kata majemuk dalam Yudaisme Rabinik sebagai alternatif untuk menghindari kata hemaprodit yang bermasalah dalam tradisi Yahudi.
Akan tetapi, sekalipun telah menapaki karir yang sangat memuncak dalam dunia feminisme, gagasan Freidan pun juga menjadi sasaran kritik. Menariknya orang yang mengkritik Friedan adalah seorang feminis lainnya bernama Zillah Eisenstein. Eisenstein sendiri adalah Profesor Politik dan aktivis feminis dari Ithaca New York. Ia menulis kritikan tajam terhadap gagasan konsep wanita bekerja milik Friedan. Dalam bukunya, Radical future of Liberal Feminism, Eisenstsein mengkritik,
“Tidak pernah jelas apakah pengaturan ini seharusnya meringan beban ganda perempuan (keluarga dan pekerjaan) atau secara signifikan menstruktur ulang siapa yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak. Bagaimana tanggung jawab ini dilaksanakan?”
Perdebatan antara Eisenstein dan Freidan yang sama-sama aktivis feminis hampir tidak pernah ditemukan dalam dunia Islam. Karena Islam bukanlah sebuah produk dari akal manusia, tidak juga lekang dimakan waktu, lebih-lebih relatif dalam standar manusia. NamunIslam adalah agama genuine yang langsung turun dari Allah SWT.

Sabtu, 29 Juni 2019

Apabila menyontek sudah seperti hal yang biasa..,



Kondisi Indonesia saat ini menurut saya sangat buruk, dimana Indonesia mengalami berbagai masalah, baik dikalangan masyarakat maupun dikalangan pejabat. Dikalangan masyarakat baik remaja maupun orang dewasa banyak terjadi penyimpangan misalnya banyaknya pelajar yang tawuran, mencuri bahkan menyalahgunakan narkoba. Dikalangan para pejabat penyimpangan pun banyak terjadi, banyaknya para pejabat yang korupsi, manfaatkan kekuasaannya untuk kepentingannya sendiri. Masalah-masalah tersebut menghambat kemajuan bagi Indonesia sendiri.

Penyebab dari semua masalah diatas salah satunya adalah mulai pudarnya kejujuran yang dimiliki bangsa Indonesia. Akhir-akhir ini kejujuran sudah mulai ditinggalkan, baik kejujuran kepada diri sendiri ataupun kejujuran terhadap orang lain. Untuk mengatasi permasalahan-permasalah yang sekarang ini banyak terjadi di Indonesia salah satunya yaitu dengan menanamkan kejujuran pada bangsa Indonesia. Pentingnya suatu kejujuranadalah karena sikap tidak jujur, sangat buruk dampaknya pada bangsa ini jika ketidak jujuran sudah dianggap sebagai hal yang sudah biasa. Dapat dilihat dari realita yang terjadi di negeri ini, khususnya di dunia pendidikan, dimana menyontek sudah seperti hal yang biasa. Semua orang sepakat menganggap bahwa menyontek itu adalah suatu hal yang buruk, tetapi semua orang tidak dapat mengelak dari situasi-situasi yang membawanya untuk melakukan menyontek.

Jumat, 14 Juni 2019

VUCA dalam Dunia Pendidikan

Oleh: Freddy Nababan *)
DUNIA sedang mengalami turbulensi. Efek­nya adalah banyak hal yang berubah de­ngan cepat, tidak pasti, kom­pleks dan bisa jadi membingungkan. Dan hari-hari ini kita kerap melihat ber­munculannya ben­da-benda yang tidak per­nah kita ba­yangkan akan hadir sebe­lumnya.
Contohnya, beberapa waktu lalu, kita me­nyaksikan bahwa Sophia-robot ber­basis kecerdasan buatan yang bisa ber­tin­dak sebagai asisten manusia besutan David Hanson-menerima status kewarga­ne­garaan untuk entitas nonmanusia per­tama di dunia dari Putra Mahkota Kera­jaan Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman. Kemudian, kita menyaksikan Alexa, juga produk kecerdasan buatan persembahan Amazon yang mampu bertindak sebagai asisten pribadi dengan berbagai keunggulannya. Ada juga Rina (Microsoft), dan Siri (Ios Apple).


Minggu, 09 Juni 2019

Orang Cerdas Belum Tentu Bersikap Bijak

Ada alasan mengapa orang cerdas bisa melakukan hal-hal bodoh.


Sekelompok anak laki-laki dan perempuan berkostum hitam putih tengah mengobrol di angkringan, membicarakan proses Computer Assisted Test atau tes CAT yang baru saja mereka rampungkan beberapa menit yang lalu. “Tes seleksi kompetensi dasar atau SKD menggunakan sistem CAT. Pada tahap SKD, kita akan diminta menyelesaikan tiga kelompok soal yaitu Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tes Intelegensia Umum (TIU) dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP),” cerita Kiki, salah satu pendaftar CPNS. Proses CPNS, seperti juga proses seleksi di perusahaan-perusahaan swasta, melibatkan beberapa ragam tes untuk menguji calon pekerjanya. Satu hal yang pasti tidak terlewat adalah tes-tes yang terkait dengan tingkat kecerdasan seseorang, atau yang disebut sebagai Tes Inteligensia Umum (TIU) dalam seleksi CPNS, atau juga akrab dengan sebutan tes IQ dalam kehidupan kita sehari-hari.

Tes-tes sejenis sebenarnya pernah kita lakukan semenjak kita di bangku sekolah. Bahkan, pada beberapa media sosial, misalnya Facebook, ada pengembang aplikasi yang dapat digunakan untuk menguji tingkat kecerdasan. Banyak pengguna yang menjajal ragam aplikasi penguji kecerdasan dan tentu saja mengunggahnya di laman media sosial masing-masing, juga jamaknya penggunaan tes itu untuk menguji calon pegawai, memperlihatkan kuatnya pandangan bahwa kecerdasan adalah (salah satu) hal paling berharga bagi manusia. Sementara itu, belum lama ini, dunia pendidikan kita diriuhkan oleh berita mahasiswa doktoral yang melakukan kebohongan terkait kiprah akademiknya. Sebagai penerima beasiswa di salah satu kampus bagus di Belanda, Dwi Hartanto pasti tak kurang cerdas. Namun, mengapa ia melakukan hal yang ia lakukan? (baca klik disini) Di luar urusan kasus itu, kita juga sering mendapati "orang-orang berpengaruh" di sekitar kita tak selalu orang ber-IQ tinggi. 

Rabu, 03 April 2019

Mampukah Pendidikan Kita Beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0?


"Revolusi Industri 4.0" - Studium Generale KU-4078 oleh : Rektor ITB : Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, Rabu, 27 Maret 2019


Oleh: Diyan Nur Rakhmah

Klaus Schwab dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution (2016) mengemukakan tentang Revolusi Industri Generasi Keempat (Revolusi Industri 4.0) yang ditandai dengan kelahiran artificial intelegent pada ragam bentukan produk yang dapat bekerja layaknya fungsi otak manusia yang dioptimalisasikan.

Otomasi dan pengambilalihan bidang kerja yang dimekanisasi melalui perangkat digital menjadi keniscayaan dan mengarahkan pada praktik-praktik bidang kerja yang berpusat pada eliminasi 'berkedok' efisiensi tenaga kerja manusia sebagai muaranya.

Ragam 'kecerdasan buatan' tersebut di antaranya adalah super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, dan lain sebagainya. Konsep Revolusi Industri 4.0 ini menemukan pola dan mekanisme kerja baru ketika disruptif teknologi hadir begitu cepat yang secara bertahap mendominasi sendi kehidupan dan keseharian manusia.

Tuntutan Revolusi Industri 4.0

Revolusi Industri 4.0 merupakan perubahan strategis dan drastis tentang pola produksi yang mengolaborasikan tiga dimensi utama di dalamnya, yakni manusia, teknologi/mesin, dan big data.

Dalam banyak literatur, kunci dari era industri generasi keempat ini bukan lagi berkisar pada ukuran atau besaran perusahaan atau organisasi, tetapi kelincahan dan sifat adaptif yang dimiliki untuk dapat bertahan dalam iklim kompetitif dan dinamis menghadapi perubahan yang bergerak melesat.

Soft skills dan transversal skills menjadi modal penting bagi generasi yang hidup dan menjadi pelaku perubahan di era revolusi industri tersebut.

Jumat, 02 Juni 2017

Mengenang 1 Juni


Oleh: Andi Achdian

Ibu saya suka bercerita, melukis dan menembang. Itu dilakukannya saat menghabiskan waktu luang ketika langit mulai berwarna jingga keemasan. Suatu sore saya duduk di sampingnya. Lalu ia menuturkan sebuah kisah tentang tradisi lama nenek moyangnya. Tugas kita di dunia adalah mengabdi pada negara, agama dan rakyat jelata. Begitulah kira-kira terjemahan kasarnya. Ia menyampaikan dengan pribahasa yang diiringi nada merdu dari tembang kesukaannya.

Saya kira setiap keluarga Indonesia memiliki kisah-kisahnya sendiri tentang kebajikan sosial yang patut dilakukan sebagai anggota masyarakat. Keluarga adalah tempat awal kebajikan sosial itu diajarkan. Kemudian dilanjutkan di sekolah, madrasah, ataupun ketika kumpul-kumpul keluarga. Sebuah buku yang ditulis Hildred Geertz menyampaikan dengan indah kebiasaan kehidupan keluarga Jawa di rumah-rumah mereka. Semua keluarga Indonesia memiliki kebajikan sosial yang mereka ajarkan untuk setiap anak-anaknya dari buaian sampai remaja.

Minggu, 14 Agustus 2016

Agar Tidak Menjadi Orangtua Durhaka

KATA durhaka memang selalu disandingkan kepada anak. Ya, biasanya anaklah yang durhaka dengan menentang dan tidak menghormati orangtuanya. Padahal, Allah Ta’ala melarang keras hal itu. Dan anak tersebut telah tergolong pelaku dosa besar. Di mana adzabnya akan ia rasakan di dunia ini juga.


Meski begitu, tak dapat dipungkiri bahwa orangtua pun bisa saja durhaka pada anak. Seperti halnya tidak memperhatikan anak, tidak memberi nama yang baik pada anak, dan hal lain yang semisal dengan itu. Hal tersebut juga bisa mengundang murka Allah Ta’ala. Lantas, langkah apa yang harus dilakukan orangtua agar tidak tergolong sebagai orangtua yang durhaka?
Pertama, Pentingnya Pendidikan Agama
Sudah menjadi rahasia umum, pendidikan agama menjadi sarana penting guna membentuk insan yang mulia dan berakhlak baik. Walaupun begitu, masih sangat banyak orangtua yang mengabaikan permasalahan ini. Dalam pemilihan tempat pendidikan, banyak orangtua yang lebih memilih menyekolahkan anakanya di sekolah bergengsi, berbau kebarat-baratan, yang di dalamnya cenderung mengesampingkan pendidikan agama. Agaknya, alasan pekerjaan di masa mendatang masih menjadi alasan klasik bagi orangtua dengan tipe seperti ini.
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, “Siapa yang mengabaikan edukasi yang bermanfaat untuk anaknya dan membiarkannya begitu saja, maka ia telah melakukan tindakan terburuk terhadap anaknya itu. Kerusakan anak-anak itu kebanyakan bersumber dari orang tua yang membiarkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dan sunnah din ini kepada mereka. Mereka tidak memperhatikan masalah-masalah agama tersebut saat masih kecil. Sehingga saat sudah besar mereka sulit meraih manfaat dari pelajaran agama dan tidak bisa memberikan manfaat bagi orangtua mereka,” (Tuhfatul Maudud, I: 229).
Kedua, Perhatikan Lingkungan

Senin, 01 Agustus 2016

Jalan Guru

Oleh : Iwan Pranoto
(GURU BESAR ITB SERTA ATASE PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DI KBRI NEW DELHI, INDIA)
Bagi negara dengan mutu pengajaran di sekolah masih rendah, tak menguntungkan menceraikan perguruan tinggi dari pendidikan dasar dan menengah. Di zaman ini, perjalanan karier seorang guru -- dari sebelum mengajar sampai saat mengajar—senantiasa berhubungan dengan perguruan tinggi.
Tersebutlah seorang profesor kimia yang tak senang saat mengetahui bagaimana cara anak kandungnya diajar kimia di sekolah. Maka, kemudian sang profesor minta bertemu dengan guru kimia anaknya tersebut untuk menegur dan hendak ”mengajari” bagaimana seharusnya mengajarkan kimia. Saat bertemu, sang profesor kaget karena ternyata guru kimia itu bekas mahasiswanya sendiri. Kejadian ini dikutip di laporan ”Educating Teachers of Science, Mathematics, and Technology” keluaran National Research Council, 2001.
Kisah ini, pertama, mengingatkan para dosen dan perguruan tinggi bahwa mahasiswanya ada yang akan menapaki jalan guru. Perlu disadari, tak semua mahasiswa di perguruan tinggi akan menjadi peneliti, rekayasawan, arkeolog, apoteker, pengacara, sejarawan, manajer, atau politisi. Sebagian insan menetapkan hati untuk menelusuri jalan guru saat ia studi di perguruan tinggi. Maka, semua perguruan tinggi, tanpa kecuali, bertanggung jawab dan berperan dalam merawat jalan guru. Terlebih karena saat ini institut keguruan dan ilmu pendidikan (IKIP) juga sudah tak ada lagi.
Kedua, pengajar perguruan tinggi berperan dan amat berdaya dalam menginspirasi mahasiswa untuk menjadi guru. Momen kegiatan akademik sarat perdebatan pemikiran mendalam serta argumen mencerahkan, semacam yang digambarkan di film Dead Poets Society, mengilustrasikan keindahan dan kenikmatan mengajar. Pengalaman intelektual macam ini kerap mengukir sukma mahasiswa dengan hasrat diri menapaki jalan guru.
Walau demikian, harus diakui bahwa banyak yang memilih jalan guru berdasar motivasi lebih rasional, seperti ekonomi. Akan tetapi, ada pula insan menapaki jalan guru karena alasan yang dianggap emosional dan romantis seperti di atas.

Selasa, 12 Juli 2016

Untukmu yang Mengharamkan Kata “Jangan”, Adakah Engkau Telah Melupakan Kitabmu?

“Al-Qur’an itu kuno,  Bu, konservatif, out of dated!. Kita telah lama hidup dalam nuansa humanis, tetapi Al-Qur’an masih menggunakan pemaksaan atas aturan tertentu yang diinginkan Tuhan dengan rupa perintah dan larangan di saat riset membuktikan kalau pemberian motivasi dan pilihan itu lebih baik. Al-Qur’an masih memakai ratusan kata ‘jangan’ di saat para psikolog dan pakar parenting telah lama meninggalkannya. Apakah Tuhan tidak paham kalau penggunaan negasi yang kasar itu dapat memicu agresifitas anak-anak, perasaan divonis, dan tertutupnya jalur dialog?“ Katanya sambil duduk di atas sofa dan kakinya diangkat ke atas meja.

Pernahkan Bapak dan Ibu sekalian membayangkan kalau pernyataan dan sikap itu terjadi pada anak kita, suatu saat nanti?

Itu mungkin saja terjadi jika kita terus menerus mendidiknya dengan pola didikan Barat yang tidak memberi batasan tegas soal aturan dan hukum. Mungkin saja anak kita menjadi demikian hanya gara-gara sejak dini ia tidak pernah dilarang atau mengenal negasi ‘jangan’.

Saat ini, sejak bergesernya teori psikoanalisa (Freud dan kawan-kawan) kemudian disusul behaviorisme (Pavlov dan kawan-kawan), isu humanism dalam mendidik anak terus disuarakan. Mereka membuang kata “Jangan” dalam proses mendidik anak-anak kita dengan alasan itu melukai rasa kemanusiaan, menjatuhkan harga diri anak pada posisi bersalah, dan menutup pintu dialog. Ini tidak menjadi masalah karena norma apapun menghargai nilai humanisme.

Selasa, 07 Juni 2016

Psikolog: Jangan Berikan Uang pada Anak setelah Ujian

Uang merupakan nilai tukar dan jika diberikan sebagai bentuk hadiah, bisa mengubah pandangan anak terhadap uang tersebut. Akibatnya, anak bisa menggampangkan ketika ia hendak mendapatkan uang.
Sukses menghadapi ujian, seperti Ujian Nasional (UN) dengan nilai memuaskan pastinya membuat orang tua bangga. Namun, ketika berniat memberi anak hadiah sebagai bentuk apresiasi, tak disarankan berbentuk uang.
“Memberi anak hadiah uang sebagai bentuk apresiasi prestasinya, itu big no,” tegas psikolog anak dan remaja dari RaQQi – Human Development & Learning Centre, Ratih Zulhaqqi, MPsi, Senin (16/5/2016).

Jumat, 01 April 2016

Sekolah “Hidup Susah”

---oOo---

Oleh : Handrawan Nadesul,
(Dokter, Penulis Buku, Pengasuh Rubrik Kesehatan)

Sejak kecil anak diajar lebih membumi. Yang gagal kaya rela menerima kenyataan. Yang belum pernah hidup susah diajar prihatin sedari kecil. Kendati kecukupan, tidak semua yang anak minta perlu diberi. Anak dilatih merasakan kegagalan.Tugas orangtua dan guru mengajak anak berempati pada kesusahan orang lain. Hidup tak luput dari berbagai stresor. Tak semua stresor jelek. Supaya jiwa tahan banting, stresor dibutuhkan. Anak perlu mengalami seperti apa tekanan hidup, konflik, kegagalan, rasa kecewa, dan krisis dalam hidup. Seperti vaksin, biasakan anak memikul aneka stresor yang bikin jiwanya kebal seandainya kelak hidupnya susah.

Kebiasaan meloloh anak dengan kelimpahruahan tidak melatih anak merasakan gagal, kecewa, rasa ditekan, rasa konflik, atau rasa krisis. Tanpa tempaan stresor, jiwa getas. Jika jiwa getas, orang rentan stres. Bila tak terlatih hidup berdamai dengan stres, hidup berisiko gagal andai harus jatuh miskin.
Menggembleng berarti menunjukkan rasa arah hidup prihatin, selain berdisiplin. Hidup berdisiplin berarti menjunjung tinggi kebenaran, memikul tanggung jawab, kerja keras, serta mampu menunda kepuasan.

Untuk menjadi kaya, semua orang bisa instan melakoni. Namun, tidak siapa saja siap menjadi orang susah.Orang miskin baru kian banyak. Penganggur baru menambah bengkak angka kemiskinan. Bisa jadi, itu sebabnya, selain angka bunuh diri tinggi, tiga dari sepuluh orang Indonesia tercatat terganggu jiwanya.

Tidak siap hidup susah berisiko sakit jiwa. Ada cara sederhana menekan risiko sakit jiwa. Sejak kecil anak dibuat tahan banting. Ketahanan jiwa anak harus dibangun. Untuk itu, jiwa butuh “imunisasi”.

Menerima kenyataan

Tanpa dilatih hidup susah, anak yang terbiasa hidup berkecukupan tak tahan banting. Lebih banyak orang sukses lahir bukan dari keluarga kecukupan. Hidup prihatin membuat jiwa tegar bertahan melawan kesusahan. Hidup susah membangun mimpi ingin lepas dari rasa kapok menjadi orang susah. Demi mengubah mimpi jadi kenyataan, spirit kerja keras pun dipecut.

Einstein percaya, untuk sukses diperlukan lima persen otak, selebihnya keringat (perspirasi). Spirit kerja keras menjadi milik orang yang tak pernah puas pada prestasi yang diraih. Seperti bangsa Troya dulu, pembangunan Jepang dan Korea lebih pesat ketimbang bangsa sepantar karena memiliki “virus” n-Ach (need-for-Achievement) yang tinggi.

“Virus” n-Ach bisa ditularkan kepada anak lewat asuhan dan pendidikan. Bacaan memuat nilai kehidupan, termasuk mendongeng, pendidikan berdisiplin, dan keteladanan orang lebih tua. Itu modul-modul kehidupan agar anak tahu juga hidup susah.

Senin, 07 Maret 2016

Apa Arti kata "Idola" ?

Anda semua mungkin mengaku punya idola. Tapi apakah arti sebenarnya dari kata idola?
Apa pengertian dari kata "Idola" menurut anda?

Anda pasti sering mendengar kata IDOL, tapi mungkin tidak terlalu tahu arti yang sebenarnya dari kata tersebut. Anda juga mungkin berpikir kata idol artinya IDOLA dalam bahasa Melayu karena kedengarannya hampir sama.

Let every man be respected as an individual and no man idolized – (Albert Einstein). Siapakah seorang idola? Seperti apakah dia? Apa makna sosok Idola? Idola Berasal dari kata Idol -kosakata bahasa Inggris yang memiliki berbagai arti.

Kamus Merriam-Webster’s, menguraikan ‘Idol’ dalam beberapa makna :
  1. Representative or symbol of an object of worship (perwujudan atau simbol dari sebuah objek peribadatan).
  2. False God (Tuhan Palsu) :(a) Likeness of something (Sesuatu yang menyerupai) (b) Pretender (Orang yang suka berpura-pura) (c.) Impostor (Penipu yang lihai)
  3. A form or appereance visible but without substance (bentuk atau penampilan yang terlihat namun tak bermateri)
  4. An Enchanted phantom (momok, hantu, setan yang memesonakan)
  5. An Object of Extreme devotion (Obyek yang sangat digemari)
  6. Ideal (Idaman)
  7. A false conception (konsep yang salah)
  8. Fallacy (buah pikiran yang keliru)
Karena berasal dari bahasa Inggris, maka sebaiknya kita mengikuti saja apa kata orang Inggris dengan mengikuti sembilan makna seperti yang diuraikan diatas, kita dapat mengatakan bahwa sosok idola adalah :

Sabtu, 27 Februari 2016

MASYARAKAT NAN SAKATO, PANDANGAN HIDUP ORANG MINANG

Masyarakat Minang adalah masyarakat yang arif dan kaya akan nilai-nilai kebudayan dan filosofi. Orang Minang mengenal pepatah-pepatah yang erat dengan kehidupan masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minang merupakan masyarakat yang lekat dengan syariat islam. Oleh karena itu semua bentuk kebudayaannya sesuai dengan kitab suci Al-Qur’an. Walaupun begitu, dalam beberapa aspek tertentu masih relatif berbeda dengan ajaran Islam.

Kehidupan masyarakat Minang juga sangat lekat dengan alam, dikenal sebagai masyarakat yang hidup secara komunal dan mengedepankan kekeluargaan serta nilai-nilai kerukunan. Keluhuran tradisi masyarakat Minang ini tentu saja dilatarbelakangi oleh keluhuran falsafah hidup yang diwariskan oleh nenek moyang orang Minang. Falsafah orang Minang disebut dengan Falsafah Samo atau sama yang bermakna persamaan, kesamaan dan kebersamaan antar individu, antar kaum dan antar desa.

Masyarakat Minang juga dikenal sebagai masyrakat yang egaliter yang berarti bersifat sama; sederajat. Berdasarakan hal itulah nenek moyang masyarakat Minang mewariskan tujuan-tujuan hidup yang ingin diwujudkan oleh anak cucunya. Tujuan itu demi membentuk masyarakat yang aman, damai, sejahtera dan berkah. Tujuan tersebut hanya dapat diwujudkan dengan membentuk tatanan masyarakat yang ideal sesuai adat Minang, yaitu Masyarakat nan Sakato sebagai pandangan hidup orang Minang.

Jumat, 05 Februari 2016

Mengoreksi Output dan Konsep Pendidikan Indonesia

 
 
Beberapa hari yang lalu dilansir dari BBC.com (11/01/2016) menteri Agama RI, Lukman Hakim mengatakan akan memperbaiki konten materi pelajaran agama di sekolah. Menurutnya, materi pelajaran Agama khususnya terkait dengan sejarah Rasulullah SAW lebih menekankan pada sisi peperangan. Di mana Rasulullah lebih dikenal oleh anak-anak sebagai panglima perang. Beliau menekankan bahwasannya sisi yang saat ini diperlukan ialah lebih menekanankan kepada akhlakul karimah dan toleransi umat beragama yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga perlunya adanya perbaikan konten materi sejarah pada buku pelajaran PAI.

Tujuannya harus jelas

Memang tidak ada yang salah jika memang mata pelajaran PAI lantas ditambahkan muatan akhlakul karimah. Mengingat akhlakul karimah merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk kepribadian siswa. Hanya saja, jika alasan perbaikan dari materi PAI ini dikarenakan banyaknya materi peperangan dalam mata pelajaran Islam. Ini menunjukan seolah peperangan merupakan hal yang tidak baik dan berdampak negatif bagi anak. Padahal dalam kisah-kisah peperangan Islam terdapat muatan yang sangat dalam dan mencakup akhlakul karimah juga. Seperti ketaatan, pengorbanan, kebijkasanaan, kepemimpinan dan juga kesabaran. Bukan sekadar peperangan fisik melawan musuh.

Sabtu, 12 September 2015

Peradaban Islam: Iqra bi Ism Rabbik

Oleh : Nasaruddin Umar

Prof LWH Hull dalam buku monumentalnya History and Philosophy of science mengungkapkan siklus pergumulan antara agama, filsafat, dan ilmu, yang kemudian melahirkan corak peradabannya masing-masing, terjadi setiap enam abad.

Ia memulai mengkaji enam abad Sebelum Masehi (SM) sampai abad pertama Masehi ditandai dengan lahir dan berkembangnya pemikiran tokoh-tokoh filsafat Yunani yang amat tersohor seperti Tales (ahli filsafat, astronomi, dan geometrika), Pytagoras (geometrika dan aritmatika), dan Aristoteles (ahli filsafat, ilmu empiris, yang juga dikenal sebagai pendiri Mazhab Alexandria, yang lebih menekankan pendekatan induktif).

Juga pemikir Plato (ahli filsafat, ilmu-ilmu rasional, yang lebih dikenal dengan pendiri Mazhab Atena, yang lebih menekankan pendekatan deduktif). Periode ini para filosof menenggelamkan peran dan popularitas pemimpin politik dan pemimpin agama.

Sabtu, 22 Agustus 2015

Siswa Kita Perlu Memiliki Cita-Cita Yang Lebih Spesifik

Oleh : Marjohan, M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar
 
            Menjadi guru merupakan profesi yang menarik, karena seorang guru akan membantu perkembangan seorang siswa dari kurang cerdas menjadi cerdas, dari kondisi biasa-biasa saja menjadi pribadi yang luar biasa, atau dari seorang kualitasnya masih zero (kosong) hingga menjadi hero, seorang pahlawan, paling kurang seorang pahlawan dalam keluarganya. Untuk menggenjot mutu pendidikan, tiap lembaga pendidikan atau setiap negara memiliki strateginya masing-masing.
            Karena penduduk negara ini sangat banyak, sangat plural (majemuk) dan kualitas SDM juga berbeda maka pemerintah mendirikan beberapa sekolah pelayanan keunggulan. Sekolah yang biasa tetap menjadi perhatian, namun sekolah berlabel unggul dengan program khusus, didirikan untuk melayani siswa yang membutuhkan akselerasi (percepatan) dalam mengakses ilmu pengetahuan. Maka terbentuklah sekolah berlabel keunggulan seperti “SMA unggul, SMA Plus, Sekolah Percontohan, SMK Model, MAN Model, Sekolah Pembangunan, dll”.

Kamis, 20 Agustus 2015

Menyingkirkan Diskriminasi

 
 
Oleh : DIDIE SW

Kurikulumnya amat ketat dengan introduksi berbagai bahasa asing, tak kalah hebat dari pendidikan Eropa, dengan tingkat kegagalan yang tinggi bahkan untuk orang Belanda sendiri. Toh dengan mutu setinggi itu, putra In- donesia seperti Agoes Salim mampu tampil sebagai lulusan terbaik dari seluruh HBS yang ada; memberi bukti bahwa jika mendapat wahana pembelajaran yang baik, manusia Indonesia bisa berprestasi.

Kenanglah juga kualitas dan kuantitas penelitiannya. Eijkman, peraih Nobel Kedokteran (1929), melakukan penelitiannya di Indonesia, malah pernah menjadi direktur Stovia dan memimpin Laboratorium Anatomi Patologis dan Bakteriologi (berdiri 1886) di negeri ini. Hingga akhir 1930-an setidaknya telah berdiri 26 institut penelitian bereputasi tinggi. Ketika terjadi depresi ekonomi dunia pada 1930-an, banyak ilmuwan terbaik Eropa dan Amerika Serikat hijrah ke Indonesia dan menemukan apa yang mereka sebut sebagai the scientific paradise. Tidaklah mengherankan jika jurnal ilmu pengetahuan yang terbit di Indonesia waktu itu sangat terkenal di seantero dunia, terutama yang berkaitan dengan penelitian tanaman tropis. Bahkan, ketika Jepang masuk, sebuah perpustakaan di New York sengaja didirikan untuk terus mengoleksi karya-karya ilmiah dari Indonesia.

Ingat pula sejenak inisiatif pemerintah mendorong minat tulis dan baca. Pendirian Balai Pusta- ka (BP) dengan proyek penerje- mahannya pada 1917 memberi contoh hal itu. Apa pun agenda tersembunyi di balik pendiriannya, keberadaan BP berperan penting dalam penyediaan bahan bacaan yang murah bagi khalayak umum di Hindia. Selain itu, BP juga berfungsi sebagai medan permagangan bagi para pengarang bumiputra membuka jalan bagi keterpautan literati Hindia ke dalam semangat universal Respublica litteraria,Republik susastra dunia.
Tantangan rezim pendidikan dalam RI merdeka adalah bagaimana menyingkirkan diskriminasi dan memperluas kesempatan belajar, seraya tetap mempertahankan mutu pendidikan. Dalam kenyataannya keduanya tak selalu berjalan seiring. Tekan- an pada kuantitas sering kali mengorbankan kualitas.

Dimana Letak Intelektualitas Mahasiswa Bila Cendrung Game Kayak Anak SD ??

Oleh : Marjohan, M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar
        Bahwa bermain itulah adalah kegemaran seseorang dari usia balita hingga dewasa, malah ada hingga usia tua. Dalam sebuah teori tentang kebutuhan bermain, yang diungkapkan oleh Jean Piaget. Bermain adalah bagian dari kehidupan anak. Anak menghabiskan sangat banyak waktu buat bermain, lewat bermain anak akan memperoleh pengalaman dan pelajaran, hingga muncullah teori “learning by doing dan learning by playing”.
       Seiring dengan pertambahan usia maka, anak perlu diperkenalkan rasa tanggung jawab. Anak perlu dilibatkan dalam beraktivitas- melakukan kegiatan di rumah seperti: mencuci piring, menyapu rumah, melipat kain, menstrika pakaian, hingga membantu membersihkan motor ayah. Tentu saja orang tua musti mengerti dengan parenting- yaitu ilmu tentang menjadi orang tua yang baik- yang bisa menerapkannya buat mendidik keluarganya. Maka insyaallah keluarga mereka akan tumbuh menjadi keluarga yang cerdas dan bertanggung jawab.

Kamis, 13 Agustus 2015

Merdeka di Negeri Sendiri

Oleh : Drs. H. Athor Subroto, M.Si
          ( Dosen STAIN Kediri)

Tiga ratus lima puluh tahun bukan waktu pendek. Sungguh sangat panjang. Kalau mau menghitung, bisa enam generasi. Itulah masa perjuangan bangsa Indonesia mengusir penjajah kolonial Belanda.

Korban harta-benda dan jiwa-raga, sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Sanggat besar –dan sangat banyak. Bila generasi sekarang mau menghitungnya, sungguh tak sanggup mengkalkulasi saking banyaknya.

Proklamator, Bung Karno sering mengingatkan Jasmerah. Jangan (suka) melupakan sejarah.Sungguh suatu pesan yang sangat cerdas (saat itu). Perjuangan bangsa Indonesia yang sangat panjang dan menelan banyak korban itu jangan mudah Bahkan jangan (suka) melupakan dengan (kelakuan) berfoya-foya. Sedikit-sedikit sontak berhura-hura. Bersenang-senang. Gembira luar biasa sehingga seakan lupa daratan. Memperlakukan orang lain yang kalah dalam kompetisi, seperti melawan penjajah (saja). Seakan telah mampu menumpas habis lawan peperagan. Padahal, itu masalah kecil. Sangat kecil bila dibanding dengan perjuangan nenek moyang mengusir penjajah yang banyak korban itu.

Nenek moyang kita (dahulu), saat merebut kemerdekaan direwangi ora turu rino lan wengi.Ngleno turune tentara Londo (Belanda) pamrih biso nyolong bedile neng markase Londo. Ngono kuwi direwangi toh nyowo. Wani mati. Ora sitik sing bener-bener dadi korban. Dipulasara, dienggo bal-balan tentara londo. Disaduk ngalor, disaduk ngidul. Kanggo oper-operan koyo e-bal. Disiksa sampek klenger. Lan dadi tewase. Rekasane kaya ngono iku –ora pamrih apa-apa. Uga ora pamrih jabatan lan kedudukan. Mung murih bangsa lan negarane –Indonesia bisa merdeka.

Selasa, 11 Agustus 2015

SMK: Sekolah Mencetak Kuli?

Oleh : Agus Saefudin
Pendahuluan
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Persaingan global di segala bidang ini tidak hanya melanda negara-negara ASEAN tetapi juga negara-negara di seluruh penjuru dunia. Bagi negara maju, mungkin adanya persaingan global hanya menuntut mereka untuk menyesuaikan diri dengan negara-negara yang lain. Tetapi bagi negara berkembang seperti Indonesia, adanya persaingan global menuntut untuk meningkatkan segala sektor negara, baik politik, ekonomi, pendidikan, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.
Peningkatan semua sektor tentunya dilaksanakan melalui pembangunan bangsa. Dalam upaya pembangunan bangsa, tampaknya pengembangan sumber daya manusia adalah yang paling penting dan utama jika dibandingkan dengan pengembangan sumber daya alam. Masalah SDM tidak bisa lepas dari masalah tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja sangat bergantung pada kualitas SDM. Oleh karena itu, kualitas SDM harus mendapatkan prioritas utama untuk ditingkatkan dan dikembangkan guna mendapatkan kualitas tenaga kerja yang baik.
Peningkatan kemampuan dan keterampilan bagi generasi muda calon tenaga kerja merupakan tanggung jawab dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses penyiapan SDM yang berkualitas, tangguh, dan terampil. Dengan kata lain, melalui pendidikan akan diperoleh calon tenaga kerja yang berkualitas sehingga lebih produktif dan mampu bersaing dengan rekan mereka dari negara lain.
Dalam hal ini, pertambahan penduduk yang tidak memiliki keterampilan kerja akan mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu pasar utama bagi produk-produk asing dan pasar lapangan kerja bagi tenaga asing. Pertumbuhan penduduk yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi bencana bagi Indonesia jika tidak diikuti dengan peningkatan kulitas SDM. Pertumbuhan penduduk tahun 2010 sampai pada tahun 2035 merupakan bonus demografi bagi indonesia.

e-Newsletter Pendididkan @ Facebook :

Belanja di Amazon.com :

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]