GURU SEJATINYA TETAP KUNCI DALAM PROSES PEMBELAJARAN. NAMUN, SEBAGAI AGEN PERUBAHAN, GURU DITUNTUT HARUS MAMPU MELAKUKAN VALIDASI MEPERBAHARUI KEMAMPUANNYA, SESUAI DENGAN TUNTUTAN ZAMAN AGAR TIDAK TERTINGGAL

Loading...
 

Sabtu, 12 September 2015

Peradaban Islam: Iqra bi Ism Rabbik

Oleh : Nasaruddin Umar

Prof LWH Hull dalam buku monumentalnya History and Philosophy of science mengungkapkan siklus pergumulan antara agama, filsafat, dan ilmu, yang kemudian melahirkan corak peradabannya masing-masing, terjadi setiap enam abad.

Ia memulai mengkaji enam abad Sebelum Masehi (SM) sampai abad pertama Masehi ditandai dengan lahir dan berkembangnya pemikiran tokoh-tokoh filsafat Yunani yang amat tersohor seperti Tales (ahli filsafat, astronomi, dan geometrika), Pytagoras (geometrika dan aritmatika), dan Aristoteles (ahli filsafat, ilmu empiris, yang juga dikenal sebagai pendiri Mazhab Alexandria, yang lebih menekankan pendekatan induktif).

Juga pemikir Plato (ahli filsafat, ilmu-ilmu rasional, yang lebih dikenal dengan pendiri Mazhab Atena, yang lebih menekankan pendekatan deduktif). Periode ini para filosof menenggelamkan peran dan popularitas pemimpin politik dan pemimpin agama.

 

 


Periode kedua, ditandai dengan lahirnya Nabi Isa (1M) sampai lahirnya Nabi Muhammad (VI M). Periode ini ditandai dengan merosotnya pengaruh dan popularitas para filosof dan menguatnya peran penguasa yang sekaligus sebagai penguasa gereja. Mereka memperatasnamakan diri sebagai wakil Tuhan di bumi.

Dengan demikian, otoritas dan penentu kebenaran berada di tangan Raja (Romawi). Dalam periode ini hampir tidak ditemukan tokoh pemikir dan filsafat. Sebaliknya tercatat sejumlah raja yang sangat power full. Di masa ini orang-orang tidak berani berfikir dan mengkaji ilmu pengetahuan, karena bisa saja berarti malapetaka baginya, teruama jika teori dan hasil pemikirannya berbeda, apalagi bertentangan dengan pendapat gereja (baca: agama).

Tidak sedikit pemikir dan ilmuan korban karena mereka mencoba memperkenalkan kebenaran di luar gereja. Akibatnya munculah zaman kegelapan dimana tidak ada lagi keberanian untuk melakukan pengkajian dan aktivitas ilmu pengetahuan. Kondisi obyektif seperti ini menurut Marshall GS Hodgson dalam "The Venture of Islam", yang kemudian disebut dengan "zaman jahiliyah" dan sekaligus menjadi back ground lahirnya agama dan peradaban Islam.

Periode ketiga, ditandai dengan lahirnya Nabi Muhammad (abad VI M) sampai abad kebangkitan Eropa (abad XIII M). Periode ini diawali dengan abad kegelapan Kristen Eropa sebagai akibat dominannya Raja yang mengambil alih otoritas gereja. Periode ini juga ditandai dengan lahirnya Nabi Muhammad Saw, seorang tokoh fenomenal dari gurun pasir Mekah yang dijelaskan dalam artikel terdahulu. Ia menjadi figure central dalam dalam periode ini.

Tentu yang amat penting dalam periode ini ialah kehadiran wahyu Al-Quran sebagai pedoman hidup. Ia kemudian dilukiskan sebagai The Best Leader dan The Best Manager, bukan hanya dalam kurun waktu kehidupannya tetapi menurut Michael H Hart dalam 100 A Ranking of The Most Influential Persons in History", hingga saat ini ia belum tak tertandingi kehebatannya.

Dalam periode ini banyak sekali prestasi kemanusiaan yang dapat dicatat, antara lain lahirnya tokoh-tokoh agama seperti lahirnya empat imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafii dan Ahmad Ibn Hambali) dan tokoh-tokoh sains dan filsafat, bangkitnya kembali pemikiran dan filsafat ala Yunani, sehingga dalam periode ini disebut periode filsafat Yunani II.

Periode ini dicatat sejumlah tokoh dari berbagai disiplin ilmu yang karya-karyanya diwarisi hingga saat ini. Bukan hanya dalam bidang keagamaan dan hukum kemasyarakatan seperti Fikih tetapi juga dalam bidang sains dan teknologi sebagaimana akan diuraikan dalam artikel mendatang.

Periode ini juga menggabungkan antara semangat ilmu pengetahuan dan teknologi (iqara) dan spirit agama (bi ism Rabbik). Antara keduanya ternyata tidak mesti dipertentangkan. Sinergi antara keduanya melahirkan gelombang peradaban Islam. Sebutlah gelombang peradaban ini dengan peradaban Iqra bi Ism Rabbik. -

SAYANG sekali masa kejayaan Islam selama enam abad tidak bisa berlangsung lebih lama karena pusat-pusat kerajaan Islam terlalu jauh meninggalkan ruhul Islam. Akibatnya lahirlah periode kelima, yang ditandai dengan melemahnya pusat-pusat kerajaan Islam dan kebangkitan Eropa di abad ke XIII.

Periode ini ditandai dengan semakin bangkitnya pemikiran dunia Barat khususnya Eropa. Buku-buku dan kitab-kitab yang baik dari Timur Islam diambil dan diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, khususnya bahasa Inggris, Perancis, dan Spanyol. Perpecahan dan bahkan perang saudara antara dinasti-dinasti Islam berlangsung di mana-mana. Belum lagi dekadensi moral semakin meluas di dalam masyarakat.

Apa yang terjadi pada masa jahiliyah kembali diadopsi anggota keluarga raja dan kalangan elit bangsa Arab, misalnya tradisi harem (gundit-gundit) yang sudah pernah tidak kedengaran pada masa awal Islam kembali marak lagi, khususnya di lingkungan istana. Malah menurut Fatimah Mernissi, di antara seluruh raja yang pernah berdaulat di dinasti Bani Abbasiyah, hanya dua orang yang lahir dari permaisuri sah, selebihnya berasal dari isteri selir raja.

Hal lain yang perlu dicatat ialah merosotnya aktifitas ilmu pengetahuan. Pemikiran mutazilah yang menjunjung tinggi pikiran dan logika seolah-olah dipandang sebagai aliran sesat. Akibatnya aktifitas pemikiran dan ilmu pengetahuan mandeg.

Kebetulan setelah pemikiran mutazilah menurun digantikan oleh aktifitas tasawuf, yang lebih menekankan aspek rasa dan spiritualitas. Khurafat, bidah, dan pemikiran mistik serta spekulatif berkembang cepat dalam dunia Islam. Pandangan dunia (Islamic world view) berbalik dengan periode-periode sebelumnya.

Periode ini betul-betul memalukan bagi dunia Islam. Menurut teori politik Ibnu Khaldun, yang membagi periode sejarah kerajaan itu pada empat periode, yakni periode perintis, periode pembangun, periode penikmat, dan periode penghancur. Periode penghancur ini terjadi di dalam abad XIII. Cepat atau lambatnya siklus Ibnu Khaldun ini tergantung konsisten atau tidaknya para pelaku politik di dalam memerankan peran politiknya.

Al-Quran sendiri meniscayakan perubahan itu, sebagaimana diisyaratkan dalam QS Ali Imran 3:140: "Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)". Al-Quran juga menegaskan bahwa yang punya ajal itu bukan hanya manusia sebagai perorangan tetapi suatu masyaakat juga punya ajal, likulli ummatin ajal (setiap suatu komunitas itu mempunyai ajal). Dalam ayat lain juga dikatakan, "apabila ajal tiba tidak akan ditunda atau dipercepat".

Dalam periode ini berkembang faham positifisme yang menganggap agama adalah candu bagi masyarakat. Semua bisa diselesaikan dengan sains dan teknologi. Memang mistisisme di Barat bisa diredam tetapi mempertentangkan ilmu pengetahuan dan agama merupakan kesalahan besar.

Akibat dari berbagai kekecewaan ini maka muncul suatu kecenderungan baru dalam masyarakat untuk merevisi ulang pandangan hidup dunia Barat yang sedemikian jauh dirasuki pikiran sekularisme. Kecenderungan inilah, menurut Prof Hull, yang menjadi cikal bakal lahirnya periode berikutnya, yaitu periode kebangkitan Islam jilid II.

Kebangkitan hellenisme jilid II maju cepat, termasuk menghidupkan kembali mazhab empirisme Aristoteles dan rasionalisme Plato, yang kemudian dikenal New Platonisme. Kedudukan agama pada periode ini mengalami stagnan. Satu persatu dunia Islam takluk di bawah kekuasaan penjajah Barat.

Dunia Barat hanya mengembangkan sains dan teknologi tetapi melupakan agama sebagai pembimbingnya. Mereka baru sadar setelah bom Atom meledak di Hirosima dan Nagasaki. Ternyata benar bahwa iqra tanpa bi ismi Rabbik adalah malapetaka kemanusiaan.

[ Sumber: http://mozaik.inilah.com/ ]

Tidak ada komentar:

e-Newsletter Pendididkan @ Facebook :

Belanja di Amazon.com :

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]