Oleh : Drs. H. Athor Subroto, M.Si
Tenaga Pengajar Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri Jawa Timur
Tenaga Pengajar Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri Jawa Timur
Tiada
bulan -seindah Ramadhan. Tiada bulan -seasik Ramadhan. Tiada bulan -sesehat
Ramadhan. Tiada bulan -segairah Ramadhan. Tiada bulan yang menggetarkan,
mlebihi Ramadhan. Tiada bulan yang
merindukan, melebihi Ramadhan. Tiada bulan –yang penuh isnprasi, melebihi
Ramadhan. Segala keindahan, kebahagiaan, kesalehan dan kreatifitas tumplek
bleg di bulan mulia itu. Bahkan, Allah menyatakan sendiri, bulan itu,
ada Lailah al Qadr, satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Khairun min
alfi syahr (QS. Al Qadr [97]: 3)
Imam
Ahmad Al Maraghi dalam tafsirnya mengatakan, ayat yang berbunyi “lailah al
qadr khairun min alfi syahr”, adalah, malam (yang)
mulia itu lebih baik dari seribu bulan. Sebab, pada malam itu merupakan awal
terbitnya nur hidayah, dan merupakan permulaan
syariat baru -yang diturunkan demi kemaslahatan umat manusia. Malam itu,
merupakan malam peletakan batu pertama bagi agama baru, yang merupakan
pamungkas bagi seluruh agama samawi, serta sesuai di segala tempat dan zaman.
Malam
itu, lebih baik dari seribu bulan yang dialami oleh umat manusia dalam keadaan
tertatih-tatih (di) kegelapan kemusyrikan dan kesesatan keberhalaan. Mereka
berada dalam kebingungan, tidak tau arah dan tujuan. Tidak ada batasan-batasan (pedoman)
yang bisa menjadi pegangan mereka.
Kemungkinan
penentuan seribu bulan disini, untuk menunjukkan bilangan yang sangat banyak,
sebagaimana menjadi kebiasaan orang-orang Arab dalam pembicaraan mereka. Hal
ini seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam ayat berikut ini “yawaddu
ahaduhum au yu’ammaru alfa sanah”, “masing-masing mereka ingin
agar diberi umur seribu tahun….” (QS Al Baqarah [2]: 96). Allah, mempunyai
kehendak sendiri untuk menentukan berapa banyak nilai Lailah al Qadr.
Itu terserah Allah swt. Apakah lebih baik dari seribu bulan, dua ribu bulan,
atau tiga ribu bulan, dst.
Ini,
yang menjadikan daya tarik tersendiri bagi kaum Muslimin merindukan Ramadhan. Pahala
ibadahnya dilipatgandakan seribu bulan lebih. Apapun penghalangnya, disingkirkan.
Memburu bulan penuh berkah dan keindahan itu. Seluruh keluarga dan handai
taulan –dibangkitkan, beribadah. Mereka meyambutnya dengan penuh kegembiraan,
kebahagiaan, dan kasih sayang.
Bahkan
Rasulullah Saw menyambutnya dengan penuh gairah -sejak dua bulan sebelumnya. Di
dalamnya, memperbanyak puasa sunnah, ibadah, dan kegiatan makruf lainnya. Beliau
memanjatkan doa yang amat populer, Allaahumma baarik lanaa fii Rajaba wa
Sya’baana wa ballighnaa Ramadhaan. Yaa Allah, jadikanlah bulan Rajab dan
Sya’ban mendatangkan berkah bagi kami. Dan temukanlah kami dengan bulan
Ramadhan. (Hadits dari Anas bin Malik, Al Mu’jam Al Ausath, Juz 4, Shafhah
189))
Subhanallah.
Seorang pilihan, sekaligus utusan, bahkan kekasih Allah, begitu besar hasratnya
untuk bersua dengan bulan agung itu. Dua bulan sebelumnya, sudah berharap
seperti itu. Ini menunjukkan, betapa besarnya arti dan nilai Ramadhan.
Pantaskah manusia (biasa) lalu tidak bergetar hatinya -agar bisa bertemu bulan
seribu bulan itu. Tentu, tidak. Sebaliknya, melebihi semangat Rasulullah Saw,
sesuai kemampuannya.
Tek tuk tek
tuuur…tek tuk tek tuuur…tek tuk tek tuuur….irama bambu, panci,
piring, dan barang bekas lainnya –yang dimainkan anak-anak desa. Dengan
gegap-gempita -rame-rame keliling kampoeng dengan penuh gembira, semangat, gelak
dan tawa. Mereka mengingatkan khalayak ramai -besuk akan datang tamu
agung, bulan Suci Ramadhan. Ayok kita sambut dengan penuh kehangatan. Begitu,
makna irama yang gegap gempita tadi.
Irama
itu, menggetarkan batin kaum Muslimin. Mengingatkan berbagai pengalaman
–Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Atau, bahkan menggugah pengalaman masa-masa
kecil yang telah terpendam. Indah, merindukan, dan ingin kembali lagi ke alam
kanak-kanak. Rindu dengan teman-teman sekampoeng
dahulu -di pedesaan, lereng gunung, tepi laut, dls.
Kini,
kalau sudah musim Ramadhan, di kota-kota besar menjamur Pasar Ramadhan, Bazar
Ramadhan, Pameran Ramadhan, Expo Ramadhan, Kampoeng Ramadhan, dan sebutan
lainnya yang menggoda. Disamping ikut memeriahkan tamu agung, pasar itu
memberikan pelayanan kepada masyarakat -kebutuhan sehari-hari dengan harga
menawan. Arena itu –selalu padat dan berjubel serta hidup sepanjang malam.
Menarik memang. Mereka tidak menghiraukan (lagi) awal puasa beda atau bareng.
Bahkan, Hari Rayanya-pun nanti (andai) berbeda –tak jadi beban. Mereka
mempunyai keyakinan mantap, kapan mau berhari raya. Cuek…..
Tidak
kalah penting, ada yang menyediakan alat-alat elektronika, pakaian, sepatu,
sandal, kopiah, arloji, mainan, aneka macam makanan dan minuman. Bahkan, ada
yang menjual sepeda motor dan mobil, dan lain sebagainya. Pokoknya, terasa
bahwa bulan Ramadhan benar-benar dimanjakan, sebagai tamu agung.
Tidak
mau kalah. Sebagian masyarakat mengadakan Pentas Seni, Hadrah, Dangdut, Nasyid,
Rebbana, Festival Bedhug, Patrol/Rundo, Musabaqah Tilawatil Qur’an, dls.
Indah dan mengesankan.
Di
sisi lain, dari tahun ke tahun, kegiatan tarawih dan kajian Islam –selalu
meningkat –baik kwalitas maupun kwantitasnya. Banyak masjid, mushalla, langgar,
rumah serta tempat lain –meluber jama’ah tarawihnya. Model kajian Islamnya
–berfariasi, tidak menjenuhkan. Ada yang di waktu tarawih, shubuh, dhuhur,
ashar, dan tengah malam –sesuai budaya dan kebiasaan masing-masing. Bahkan, di
Pondok-pondok Pesantren, Tebu Ireng Jombang misalya, ada kegiatan balagh atau kajian kitab-ktab kuning yang populer
–sebulan full hingga khatam. Kifayatul Akhyar, Bulughul Maram,
Bukhari, Muslim, dan lainnya. Yang mbalagh kyai-kyai sepuh, misalnya
almarhum Kyai Bisyri Sansuri, Allahummaghfirlah.
Ada
sebuah masjid Aqabah, di komplek perumahan REWWIN Waru Siadoarjo Jawa
Timur. Sudah bertahun-tahun mengadakan kegiatan tahajjud pada malam-malam
ganjil di akhir Ramadhan, dilanjut dengan makan sahur bersama.
Makan sahur dikemas sedemikian rupa
dengan prasmanan. Menunya, selalu berubah tiap malam -sesuai selera para
jama’ah. Banyak jama’ah -di rumah susah makan sahur, setelah ikut sahur bersama
–punya selera tinggi. Asyik dan mengembirakan. Rasulullah Sw bersabda: “Makan
sahurlah kamu. Sahur itu membawa berkah pada siang harinya”. Sekarang,
kegiatan semacam ini, sudah menjamur juga di masjid-masjid lain. Subhanallah.
Sebagian
masjid lain, jama’ahnya ada yang mengadakan safari Ramadhan di malam-malam
ganjil –ziarah ke para wali. Utamanya wali lima di Jawa Timur. Sunan Ampel di
Surabaya, Sunan Malik Ibrahim di Gresik, Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di
Tuban, dan Sunan Drajat, Lamongan. Ada pula yang ke makam Gus Dur di Tebuireng
Jombang. Dalam napak tilas para wali itu, mereka mempunyai pengalaman rahani
yang berbeda-beda yang mengesankan.
Menarik
lagi, ada yang mengadakan kegiatan peningkatan kwalitas iman dan mental
spiritual. Gemblengan mental secara mendalam. Tempatnyapun dipilih di kawasan
Malang Selatan, tepi laut, beberapa hari menginap. Suatu kawasan yang sepi dan berhawa sangat dingin. Kegiatan ini
dilakukan oleh anak-anak muda masjid, atau remaja masjid, Remas.
Instruktur
yang dihadirkan, sangat professional di bidangnya. Berpengalaman dalam
membentuk mental yang tangguh dan kuat bagi generasi muda masjid di masa
mendatang. Mereka disiapkan untuk menggantikan generasi tua pada saatnya -dalam
mensyiarkan masjid di era global. Mereka nanti, yang pantas menggairahkan rumah
Allah itu. Firman Allah Swt, artinya:
“Hanya
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah
[9]: 18)
Ayat ini menerangkan bahwa betapa
pentingnya kaum yang beriman -memiliki semangat tinggi untuk memakurkan
masjid-masjid Allah, utama di bulan Ramadhan. Mulai shalat Rawatib, Tarawih,
dan Tasbih. Shalat malam pada malam-malam ganjil sepuluh hari yang akhir.
Tadarrus Al Qur’an, Kajian Islam, Ceramah Tarawih, Shubuh, Dhuhur, dan Ashar.
Menjadikan bulan untuk rame-rame mengirim ta’jil berbuka di Masjid.
Memperbanyak sedekah dan amal jariah. Menyantuni anak yatim, janda, dan
orang-orang jompo. Bazar Ramadhan, dan lain sebagainya. Sehingga suasana
Ramadhan menjadi hidup, semarak, dan menggembirakan.
Ada yang mengajak keluarganya ikut
shalat Tarawih di Masjid Al Haram dengan khusyu’nya. Bertabur tangis,
bercucuran air mata. Rindu dan bahagia, menyatu dalam dirinya. Seakan, Tuhan
amat dekat. Tiada jarak sejengklpun. Mereka itu, pergi Umrah dengan sanak familinya.
Gembira, dan penuh bahagia. Mereka, mensucikan hati, di bulan Suci, di kota
Suci.
Rasulullah
Saw bersabda: “Barang siapa hatinya gembira menyambut datangnya Ramadhan,
diharamkan jasadnya tersentuh api neraka.” Hadits ini, menjadikan inspirasi
yang tinggi bagi umat manusia, untuk menjadikan dirinya gembira menyambut
Ramadhan dengan style-nya masing-masing. Ada kepuasan tersendiri setelah
ikut rame-rame menyabut tamu agung. Mereka yakin, dengan menjadikan dirinya
gembira, akan dijauhkan dari api neraka.
Reaksi
manusia akan sinyal Ramadhan, mejadi bukti kepatuhan dan kepeduliannya
terhadap panggilan Tuhan (QS. Al Baqrah [2]: 183). Dan, ini tergolong kaum yang
menerima seruan orang yang menyeru kepada Tuhannya. Disebutan di dalam Al
Qur’an: “Hai
kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah
kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu
dari azab yang pedih” (QS. Al Ahqaaf [46]: 31).
Sebaliknya,
ancaman Allah akan ditimpakan kepada kaum yang mengabaikan seruan kepada Allah
Swt –sebaimana firman-Nya : Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang
yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan (dapat) melepaskan diri dari
azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka
itu dalam kesesatan yang nyata". (QS. Al Ahqaaf [46]: 32.
Ramadhan
tahun ini, kita jadikan inspirasi besar dalam mengawali dan melestarikan
berbagai aksion keagamaan yang lebih meriah, bersemangat, bergairah, dan
berkuwalitas. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar