Oleh : MUHAMMAD KOSIM, MA
Guru MTs Durian Tarung Kota Padang dan Dosen di Universitas Islam Sumatera Barat (UISB) Solok Nan Indah. Juga sedang menuntut ilmu pada Program Doktor (S.3) IAIN Imam Bonjol Padang
Pendidikan Alquran merupakan salah satu mata pelajaran muatan lokal (Mulok) pada tingkat SD, SMP, SMA dan SMK di Propinsi Sumatera Barat.Kehadirannya didasari oleh Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2007 tentang Pendidikan alqur’an.
Sejak TP. 2008/2009, pemerintah daerah propinsi Sumbar melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga membina sekolah piloting di setiap kabupaten/kota.
Setelah berjalan empat tahun, eksistensi kurikulum mulok tersebut dipertanyakan, masih perlu dilanjutkan atau dihentikan?
Pertanyaan serupa juga diajukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Sumbar, Drs. Syamsul Rizal, M.M., kepada para ketua MKKS (kepala sekolah), kabid sekolah menengah/kasi kurikulum dinas pendidikan, dan para guru perwakilan dari tiap kabupaten/kota saat membuka “Seminar Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Alquran dan Mulok Budaya Alam Minangkabau di Sumatera Barat” di LPMP Sumbar beberapa hari lalu.
Pertanyaan pada judul di atas bukan bermaksud tidak mendukung kelangsungan pendidikan Alquran.Akan tetapi, pertanyaan tersebut muncul akibat respon warga sekolah dan masyarakat di beberapa daerah kabupaten/kota yang dianggap kurang optimal.
Misalnya, dalam perkembangannya sejak awal, masih teradapat sekolah yang ditetapkan sebagai piloting dan diberi bantuan dana justru menerapkan pendidikan Alquran hanya sebagai program pengembangan diri atau ekstrakurikuler. Akibatnya, hanya sedikit siswa yang mengikutinya karena program ekstrakurikuler biasanya dianggap sebagai kegiatan minat siswa.
Selain itu, ada pula sekolah piloting tersebut menerapkannya sebagai muatan lokal, tetapi hanya 1 jam. Padahal pelaksanaannya minimal 2 jam per minggu. Sejatinya sebagai sekolah piloting mesti menerapkannya sebagaimana yang direncanakan sehingga dapat dievaluasi kelebihan dan kekurangannya. Apalagi sekolah piloting merupakan contoh bagi sekolah lain.
Dikeluhkan lagi bahwa masih ada bebrapa dinas pendidikan kabupaten/kota yan tidak mengeluarkan surat intruksi, atau paling tidak edaran tentang pelaksanaan kurikulum Mulok tersebut. Akibatnya terdapat beberapa sekolah yang belum mengetahui tentang adanya kurikulum Mulok Pendidikan Alquran. Atau karena tidak adanya surat tersebut, beberapa kepala sekolah yang terbiasa “diperintah atasan” menganggap kurikulum tersebut tidak penting.
Padahal, Mulok Pendidikan Alquran tidak saja didasari oleh Perda No. 3 Tahun 2007 saja, tetapi juga diperkuat dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur Propinsi Sumatera Barat Nomor 70 Tahun 2010 tentang Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Alquran dan Pergub No. 71 Tahun 2010n tentang Petunjuk Pelaksanaannya. Pada pasal 1 ayat (2) ditegaskan pula bahwa “Kurikulum pendidikan Alquran berlaku untuk seluruh wilayah Propinsi Sumatera Barat dengan alokasi waktu minimal dua jam pelajaran per minggu.”
Urgensi Pend. Alquran
Memang, setiap sekolah tidak mesti menerapkan mata pelajaran muatan lokal yang disusun oleh pemerintah daerah propinsi.Hanya saja, keberadaan pendidikan Alquran sangat dibutuhkan, khususnya masyarakat Sumatera Barat.
Banyak alasan yang melatarbelakangi urgensi pendidikan Alquran. Di antaranya: pertama, secara dogmatis diakui bahwa Alquran adalah pedoman hidup setiap muslim. Mustahil seorang muslim memperoleh derajat mulia jika ia mengabaikan Alquran. Maka sekolah turut bertanggungjawab mengajarkan Alquran kepada para siswanya agar beragama dengan cara yang benar pula. Hal ini relevan dengan tujuan Sisdiknas yang menginginkan peserta didik beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
Kedua, filosofi Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK), demikian mengakar di tengah-tengah kehidupan masyarakat Sumbar.Intinya adalah Alquran (Kitabullah). Bagaimana mungkin filosofi itu akantetap bertahan mewarnai masyarakat Sumbar tanpa didukung oleh proses pendidikan yang dikelola secara professional?
Ketiga, sejak dahulu, di setiap perkampungan terdapat bangunan surau dengan berbagai fungsinya.Bisa dipastikan, setiap surau yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan, mengajarkan Alquran.Karena itu, banyak cerita yang didengar, jika terdapat orang Minang dalam shalat berjamaah di daerah perantauan, maka orang Minang itulah yang diminta untuk menjadi imam shalat. Demikian citra orang Minang di mata orang lain, sebagai orang yang pandai dan fashih mengaji. Kini, cerita itu sudah jarang terdengar.
Keempat, pelajaran agama (PAI) di sekolah umum hanyalah 2 jam tiap minggu. Jumlah yang minum itu selalu menjadi keluhan bagi masyarakat akan rendahnya pemahaman peserta didik tentang agama. Apalagi aspek Alquran hanya satu dari empat aspek lainnya, yaitu aqidah, akhlak, fiqh, dan sejarah kebudayaan Islam.Sejatinya kehadiran Mulok Pendidikan Alquran memperkuat keberadaan PAI.
Kelima, dewasa ini, kita semakin sadar pentingnya pendidikan akhlak sehingga pemerintah dari tingkat nasional mengembangkan pendidikan karakter. Dalam Islam, karakter itu adalah akhlak. Akhlak yang paling ideal dan mesti dijadikan panutan adalah akhlak Rasulullah SAW.Suatu hari ditanya kepada istri Nabi SAW, Siti A’isyah tentang bagaimana akhlak Rasul.A’isyah menjawab kana khuluquhu Alquran, akhlaknya adalah Alquran.
Catatan Penting
Demikian kuatnya alasan pentingnya pendidikan Alquran.Karena itu, tak satu pun orang yang menjawab pertanyaan di atas agar dihentikan.Semua sepakat untuk mendukung dan melanjutkannya.
Hanya saja, ada beberapa catatan penting untuk tetap melanjutkan pendidikan Alquran sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah, khususnya di sekolah-sekolah yang memiliki siswa mayoritas muslim.
Pertama, perlu peningkatan kualitas pendidik yang kompeten dan profesional.Terdapat beberapa keluhan dari siswatentang rendahnya kompetensi guru pendidikan Alquran, khususnya dalam aspek metodologi pembelajaran. Guru pendidikan Alquran lebih mengedepankan pendekatan indoktrinisasi danmetode ceramah. Akibatnya kegiatan pembelajaran cenderung membosankan dan tidak mampu mengubah perilaku peserta didik secara signifikan.
Untuk itu, pemerintah daerah perlu melakukan rekuitmen terhadap guru pendidikan Alquran secara professional.Dalam pengangkatan guru PNS, misalnya, tidak cukup hanya melakukan tes terhadap kemampuan dasarnya saja, tetapi yang terpenting adalah penguasaannya terhadap materi dan kemampuannya dalam metodologi pembelajaran.
Sementara bagi guru yang telah mengajar, pemerintah daerah sejatinya melakukan pembinaan bertahap dan berkelanjutan yang berorientasi pada peningkatan kompetensi guru tersebut.
Kedua, pemerintah daerah diharapkan menyediakan fasilitas yang memadai demi mendukung dan mengembangkan pelaksanaan pendidikan Alquran di sekolah.Fasilitas yang paling dibutuhkan adalah buku pegangan bagi peserta didik dan buku-buku pengayaan bagi guru serta tempat ibadah yang refresentatif seperti tempat bersuci dan shalat.
Ketiga, kepala sekolah, para guru dan warga sekolah mesti memiliki visi yang sama dalam mendidik karakter siswa yang berdasarkan pada Alquran (Kitabullan). Semua yang terlibat sehari-hari di sekolah ini mesti menyadari bahwa sekolah adalah lahan dakwah terbesar bagi dirinya.Sekolah adalah ibadah.Karena itu, sikap keteladanan dalam mengamalkan ajaran-ajaran Alquran dari hal-hal terkecil, harus dilakukan.
Keempat, masyarakat, terutama orang tua, diharapkan mendukung pelaksanaan pendidikan Alquran.Orang tua mesti mengaji bersama anak-anaknya di rumah.Dalam hal ini, guru atau pihak sekolah harus berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang tua.Upaya ini juga memperkuat program kementerian agama, yaitu Gemmar (Gerakan Masyarakat Maghrib) Mengaji.
Sabda Nabi SAW: “Sinari rumah-rumahmu dengan shalat (sunat) dan membaca Alquran” (HR. Baihaqi dari Anas ra.).Sebaliknya, meski rumah itu mewah tetapi ayat-ayat Alquran tidak pernah dibacakan, maka rumah itu laksana kuburan, gelap dan jauh dari rahmat Allah.
Hal ini tersirat dalam sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian laksana kuburan. Sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah” (HR. Muslim nomor 280).
Jika upaya ini kita lakukan, maka harapan melahirkan generasi berkarakter yang mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah menjadi kenyataan.Insya Allah.
Sumber : Harian Haluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar