GURU SEJATINYA TETAP KUNCI DALAM PROSES PEMBELAJARAN. NAMUN, SEBAGAI AGEN PERUBAHAN, GURU DITUNTUT HARUS MAMPU MELAKUKAN VALIDASI MEPERBAHARUI KEMAMPUANNYA, SESUAI DENGAN TUNTUTAN ZAMAN AGAR TIDAK TERTINGGAL

Loading...
 

Kamis, 01 November 2012

Fenomena Instan Dunia Pendidikan

Oleh : ZULKARNAINI DIRAN
(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)

GERAKAN SUKSES UN

 

 

Tiga bulan menjelang ujian nasional, berita surat kabar ramai. Berbagai persiapan untuk itu diekspos oleh orang-orang yang berkepentingan. Para pejabat Dinas Pendidi­kan mulai berteriak agar setiap sekolah membuat program jam tambahan. Para peja­bat tidak bertepuk sebe­lah tangan. Kata berjawab, gayung bersambut. Kelompok kerja kepala sekolah, musya­warah kerja kepala sekolah, dan organisasi sejenisnya berteriak lebih keras. MKKS dan MKKM daerah tertentu merancang gerakan sukses UN. Hal itu merupakan prog­ram-program yang dapat mengantarkan anak ke ting­kat kelulusan UN. Pak Bupati dan Pak Walikota senang. Kepala dinas dan pejabat yang terkait apalagi. Pokoknya kita punya target delapan besar nasional tahun ini. Begitulah.

Hal seperti itu berlangsung setiap tahun. Ungkapan “gera­kan sukses UN” menjadi trend pada bulan Januari sampai dengan Maret. Realisasi dari pernyataan itu adalah berba­gai tindakan. Tindakan terjadi di berbagai lini. Dari sudut penganggaran misalnya, se­tiap APBD kabupaten/ kota menyediakan anggaran yang besarnya bervariasi. APBD provinsi, kabarnya juga me­ngang­garkan untuk itu. Sa­tuan pendidikan, mulai dari SD/MI sampai ke tingkat SLTA menyediakan anggaran yang tidak sedikit. Sekolah tertentu menggarap orang tua siswa melalui komite, dengan argumentasi yang cantik, orang tua pun rela membuka dom­pet untuk program sukses UN. Itu baru dari sisi penganggaran.

Penganggaran diiringi dengan berbagai tindakan. Tindakan nyata pertama yang dilakukan satuan pendidikan adalah membuat jam tam­bahan. Siswa dibelajarkan sore hari khusus untuk mata pelajaran yang di-UN-kan. Jika selama ini secara rutin pembelajaran berlangsung tujuh sampai delapan jam sehari, kini menjadi sepuluh sampai dua belas jam. Para pengambil kebijakan pun memberikan kontribusi dengan kewenangannya. Kebijakan itu misalnya, mengeluarkan ins­truksi yang ditujukan kepada setiap satuan pendidikan. Isi instruksi adalah menyelesai­kan sajian pembelajaran yang tidak di-UN-kan pada bulan Desember. Mulai Januari sampai dengan jadwal pelak­sanaan UN, yang dipelajari hanyalah mata pelajaran yang di-UN-kan saja.

Dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota mulai melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran yang terse­dia. Kegiatan itu adalah merancang soal pra-UN. Pe­nyu­su­nan soal melibatkan berbagai komponen. Guru-guru terbaik dan dianggap mampu, pengawas yang kompeten, dan jika perlu tenaga dari pergu­ruan tinggi pun dilibatkan untuk menghasilkan soal pra-UN yang memadai. Penceta­kan, penggandaan, dan pendis­tri­busian soal sampai kepada pemeriksaan dan analsis hasil pra-UN menjadi bagian dari aktifitas institusi penting ini. Tentu batasannya adalah sesuai dengan anggaran yang tersedia.

Konon, hasil analisis jawa­ban pra-UN itu pun masih ditindaklanjuti dengan pening­katan frekuensi belajar tamba­han untuk siswa yang akan mengikuti UN. Kegiatan pem­be­lajaran dititikberatkan pada kompetensi yang belum terkuasai oleh siswa berda­sarkan hasil analisis pra-UN. Untuk biaya belajar tamba­han itu pun disediakan angga­ran bagi guru yang membim­bingnya. Tentu saja hal itu juga sebatas anggaran yang tersedia. Begitulah, gerakan sukses ujian nasional itu dirancang dan dilaksanakan.

Sejumlah guru bertanya, “Apakah sukses UN itu dila­kukan tiga bulan menjelang ujian nasional?” Pertanyaan itu diajukan pada saat perte­muan dengan mereka dalam MGMP.  Jawabannya tentu dapat bervariasi. Sukses UN tiga bulan menjelang ujian nasional, namanya sukses fenomena instan. Dalam tempo yang singkat anak-anak diben­tuk, dipersiapkan, dipaksa, dan diperkosa untuk belajar mati-matian. Tujuannya ha­nya satu, sukses dan lulus UN. Melakukan hal yang instan seperti itu memang enak. Apalagi kalau anggaran terse­dia. Apatah lagi pula kalau anggaran tersedia dapat bersi­sa alakadarnya. Apalagi pula kalau hasill yang dijanjikan oleh sukses model begini benar-benar memuaskan.

Waktu belajar untuk se­tiap satuan pendidikan dite­tapkan oleh Standar Nasional Pendidikan (SNP). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendinknas) Nomor 22/2006 tentang Standar Isi menetapkan lama belajar untuk SD/MI enam tahun atau dua belas semester, untuk SMP/MTs tiga tahun atau enam semester, dan untuk SMA/MA, SMK/MAK tiga tahun atau enam semsester. Rentangan waktu yang ter­sedia itu pada hakikatnya adalah durasi yang disediakan bagi peserta didik untuk menguasai sejumlah kompe­tensi. Komptensi-kompetensi tersebut telah ditetapkan di dalam Standar Isi. Asumsinya ialah, dengan menggunakan alokasi waktu yeng tersedia itu, peserta didik akan dapat menguasai sejumlah kompe­tensi yang diharapkan. Kompe­tensi-kompetensi itulah yang akan diujikan kelak pada ujian nasional yang dituang­kan ke dalam Standar Kompe­tensi Lulusan (SKL).

Berdasarkan hal itu, suk­ses UN untuk SD/MI sebe­narnya berlangsung selama enam tahun atau dua belas semester. Sukses UN untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK berlangsung sela­ma tiga tahun atau enam semester. Dari awal tahun pertama, perencanaan sukses UN sudah dibuat. Peren­canaan untuk mengantarkan anak ke Standar Kompetensi Lulusan enam tahun ke depan atau tiga tahun ke depan sudah dirancang. Tentu saja hal itu akan terkait dengan banyak variabel. Variabel-variabel itu antara lain ada­lah sumber daya manusia, sumber daya dana, sumber daya sarana, dan sumberdaya pra­sa­rana. Tugas perencana sukses UN yang bukan instan berada pada tataran ini, yakni mengorganisasikan, menga­rahkan, membedayakan, dan meng­op­timalkan semua varia­bel tersebut.

Pengorganisasian pada tataran kabupaten kota dila­ku­kan oleh pejabat dinas Pendidikan yang bertanggung jawab untuk itu. Kepala seksi teknis, kepala bidang teknis, dan pejabat sejenisnyalah yang bertanggung jawab untuk pengorganisasian. Pada tata­ran satuan pendidikan pengor­ganisasian dilakukan oleh kepala satuan pendidikan bersama pembantu-pemban­tunya. Pengorganisasian dan penuangannya ke dalam peren­canaan pendidikan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang pada setiap tataran (dinas dan sekolah) merupakan perenca­naan sukses UN non-instan.

Perencanaan yang baik bermuara kepada proses yang benar. Proses yang benar berujung pada hasil yang optimal. Hal itu hanya dapat terjadi jika tenaga kependi­dikan dan pendidik mengubah pola berpikir dan pola bertin­daknya (para­digma) dalam memandang, menyikapi, dan melaksanakan pendidikan. Perubahan para­digma  me­mer­lukan waktu.  Paradigma pertama yang harus diubah ialah cara pan­dang tentang hubungan proses pembelajaran dengan hasil belajar. Proses pembelajaran yang baik di­asum­sikan akan mendatang­kan hasil yang baik pula dan begitu sebaliknya.

Jika memang cara pan­dang dan asumsi itu dianggap benar, sukses UN non-instan haruslah dimulai dari membe­nahi proses. Ada dua hal yang perlu dibenahi dalam proses pembelajaran. Kedua hal itu adalah manajamen (penge­lolaan) peroses pembelajaran dan pelaksanaan proses pem­be­lajaran. Pembenahan mana­jemen proses pembelajaran berada pada tataran dinas pendidikan dan satuan pendi­dikan. Pembenahan pelaksa­naan proses pembelajaran berada pada tataran kelas. Di tataran dinas pendidikan tentulah kepala dinas yang menjadi penanggung jawabnya dan di tataran satuan pendi­dikan adalah kepala sekolah atau kepala satuan pendi­dikan. Pada tataran kelas, yang menjadi penanggung jawabnya adalah pendidik atau guru mata pelajaran.

Pada tingkat manajemen ada beberapa hal yang mung­kin perlu diperhatikan. Hal itu itu di antaranya adalah penga­daan dan pembedayaan sum­berdaya saranan, prasa­rana, dana, dan tenaga. Penga­daan sarana, prasarana, dan dana tekait dengan penyusu­nan anggaran untuk pelaksa­naan proses pembelajaran. Pembeda­yaan berarti regulasi (peratu­ran) yang berkaitan dengan penggunaan sarana, prasarana, dan dana sehingga efektifitas dan efisiensi dapat terwujud. Pada tigkat dinas pendidikan kepala dinaslah yang menanga­ni manajemen ini dan pada tingkat satuan pendidikan tentulah kepala satuan pendi­dikan atau kepala sekolah.
Pembenahan yang dila­kukan pada tataran dinas pendidikan dan satuan pendi­dikan akan sangat berpenga­ruh kepada yang akan dilaku­kan pada tatasan proses pembelajaran. Manajemen di dinas dan satuan pendidikan menjadi pendukung utama untuk mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas.

Ada tiga hal penting yang harus dilakukan oleh pendidik pada tataran kelas yang ber­hubungan dengan proses pembelajaran. Ketiga hal itu adalah perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian proses dan hasil pembelajaran. Efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran ditentukan oleh ketiga hal itu. Oleh karena itu, pembenahan pada tingkat ini menjadi dasar atau landasan utama dalam program sukses UN non-instan.

Guru atau pendidik telah menyusun perencanaan proses pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai proses serta hasil pembelajaran. Akan tetapi ada kewajiban dinas pendidikan (pengawas sekolah)  dan kepala satuan pendidikan yang tidak kunjung terba­yarkan. Hal itu adalah mela­kukan pengawasan terhadap proses pembelajaran. Pera­turan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan, bahwa di setiap satuan pendi­dikan ada empat hal yang dilakuan yang terkait dengan proses pembelajaran. Keempat hal itu adalah perencanaan proses pembelajaran, pelak­sanaan proses pembelajaran, penilaian proses dan hasil pembelajaran, dan penga­wasan proses pembelajaran.  Tiga hal pertama telah dilaku­kan oleh guru dan satu ter­kahir kewajibannya ada di pundak dinas pendidikan dan kepala satuan pendidikan.

Menurut Peraturan Men­teri Penididikan Nasional Nomor 41/2007 tentang Stan­dar Proses, pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh pengawas sekolah dan kepala satuan pendidikan. Kegiatan kepengawasan tersebut meli­puti pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tin­dak lanjut.  Mungkin perlu dilakukan refleksi tentang pengawasan ini dengan perta­nyaan : (1) Apakah dinas pendidikan telah menugaskan pengawas sekolah untuk mela­kukan pengawasan sesuai dengan Standar Proses? (2) Apakah pengawas sekolah telah melakukan pengawasan yang meliputi pemantauan, supervisi, dan evaluasi terha­dap proses pembelajaran serta kemudian melaporkan dan menindaklan­jutinya? (3) Apa­kah kepala satuan pendidikan telah mela­kukan pengawasan terhadap proses pembelajaran sesuai dengan standar proses? Untuk pembenahan pada pengawasan proses pembe­lajaran dapat diawali dengan mengajukan pertanyaan reflek­tif seperti itu. Tentu masih banyak pertanyaan sejenis yang dapat diajukan untuk menrangsang pemikiran ke arah perbaikan proses pem­belajaran.

Kini, tahun pelajaran baru 2012-2013 telah berjalan hampir tiga bulan. Kesibukan mempersiapkan kegiatan awal tahun menyelimuti setiap satuan pendidikan. Segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan tahun ini dituntaskan di awal tahun. Akan tetapi, tidak kedengaran bahwa satuan pendidikan menyiapkan sukses UN untuk peserta didik yang baru masuk tahun ini. Tidak ada berita surat kabar, radio, dan televisi daerah ini yang mengekspos program sekolah, dinas pen­didikan kabupaten/kota, dinas pendidikan provinsi tentang program sukses UN. Tentu hal itu dapat diterima, karena sukses UN biasanya dirancang pada awal Januari tahun berikut atau tiga bulan menje­lang UN. Inilah gerakan suk­ses UN fenomena instand.

[Sumber : http://www.harianhaluan.com]

-->

Tidak ada komentar:

e-Newsletter Pendididkan @ Facebook :

Belanja di Amazon.com :

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]