Oleh : ZULKARNAINI DIRAN
(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)
(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)
GERAKAN SUKSES UN
|
|
Hal seperti itu berlangsung setiap tahun. Ungkapan “gerakan sukses UN” menjadi trend pada bulan Januari sampai dengan Maret. Realisasi dari pernyataan itu adalah berbagai tindakan. Tindakan terjadi di berbagai lini. Dari sudut penganggaran misalnya, setiap APBD kabupaten/ kota menyediakan anggaran yang besarnya bervariasi. APBD provinsi, kabarnya juga menganggarkan untuk itu. Satuan pendidikan, mulai dari SD/MI sampai ke tingkat SLTA menyediakan anggaran yang tidak sedikit. Sekolah tertentu menggarap orang tua siswa melalui komite, dengan argumentasi yang cantik, orang tua pun rela membuka dompet untuk program sukses UN. Itu baru dari sisi penganggaran.
Penganggaran diiringi dengan berbagai tindakan. Tindakan
nyata pertama yang dilakukan satuan pendidikan adalah membuat jam
tambahan. Siswa dibelajarkan sore hari khusus untuk mata pelajaran yang
di-UN-kan. Jika selama ini secara rutin pembelajaran berlangsung tujuh
sampai delapan jam sehari, kini menjadi sepuluh sampai dua belas jam.
Para pengambil kebijakan pun memberikan kontribusi dengan kewenangannya.
Kebijakan itu misalnya, mengeluarkan instruksi yang ditujukan kepada
setiap satuan pendidikan. Isi instruksi adalah menyelesaikan sajian
pembelajaran yang tidak di-UN-kan pada bulan Desember. Mulai Januari
sampai dengan jadwal pelaksanaan UN, yang dipelajari hanyalah mata
pelajaran yang di-UN-kan saja.
Dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota mulai
melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran yang tersedia. Kegiatan itu
adalah merancang soal pra-UN. Penyusunan soal melibatkan berbagai
komponen. Guru-guru terbaik dan dianggap mampu, pengawas yang kompeten,
dan jika perlu tenaga dari perguruan tinggi pun dilibatkan untuk
menghasilkan soal pra-UN yang memadai. Pencetakan, penggandaan, dan
pendistribusian soal sampai kepada pemeriksaan dan analsis hasil
pra-UN menjadi bagian dari aktifitas institusi penting ini. Tentu
batasannya adalah sesuai dengan anggaran yang tersedia.
Konon, hasil analisis jawaban pra-UN itu pun masih
ditindaklanjuti dengan peningkatan frekuensi belajar tambahan untuk
siswa yang akan mengikuti UN. Kegiatan pembelajaran dititikberatkan
pada kompetensi yang belum terkuasai oleh siswa berdasarkan hasil
analisis pra-UN. Untuk biaya belajar tambahan itu pun disediakan
anggaran bagi guru yang membimbingnya. Tentu saja hal itu juga sebatas
anggaran yang tersedia. Begitulah, gerakan sukses ujian nasional itu
dirancang dan dilaksanakan.
Sejumlah guru bertanya, “Apakah sukses UN itu dilakukan
tiga bulan menjelang ujian nasional?” Pertanyaan itu diajukan pada saat
pertemuan dengan mereka dalam MGMP. Jawabannya tentu dapat
bervariasi. Sukses UN tiga bulan menjelang ujian nasional, namanya
sukses fenomena instan. Dalam tempo yang singkat anak-anak dibentuk, dipersiapkan, dipaksa, dan diperkosa
untuk belajar mati-matian. Tujuannya hanya satu, sukses dan lulus UN.
Melakukan hal yang instan seperti itu memang enak. Apalagi kalau
anggaran tersedia. Apatah lagi pula kalau anggaran tersedia dapat
bersisa alakadarnya. Apalagi pula kalau hasill yang dijanjikan oleh
sukses model begini benar-benar memuaskan.
Waktu belajar untuk setiap satuan pendidikan
ditetapkan oleh Standar Nasional Pendidikan (SNP). Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendinknas) Nomor 22/2006 tentang Standar Isi
menetapkan lama belajar untuk SD/MI enam tahun atau dua belas semester,
untuk SMP/MTs tiga tahun atau enam semester, dan untuk SMA/MA, SMK/MAK
tiga tahun atau enam semsester. Rentangan waktu yang tersedia itu pada
hakikatnya adalah durasi yang disediakan bagi peserta didik untuk
menguasai sejumlah kompetensi. Komptensi-kompetensi tersebut telah
ditetapkan di dalam Standar Isi. Asumsinya ialah, dengan menggunakan
alokasi waktu yeng tersedia itu, peserta didik akan dapat menguasai
sejumlah kompetensi yang diharapkan. Kompetensi-kompetensi itulah yang
akan diujikan kelak pada ujian nasional yang dituangkan ke dalam
Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Berdasarkan hal itu, sukses UN untuk SD/MI sebenarnya
berlangsung selama enam tahun atau dua belas semester. Sukses UN untuk
SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK berlangsung selama tiga tahun atau enam
semester. Dari awal tahun pertama, perencanaan sukses UN sudah dibuat.
Perencanaan untuk mengantarkan anak ke Standar Kompetensi Lulusan enam
tahun ke depan atau tiga tahun ke depan sudah dirancang. Tentu saja hal
itu akan terkait dengan banyak variabel. Variabel-variabel itu antara
lain adalah sumber daya manusia, sumber daya dana, sumber daya sarana,
dan sumberdaya prasarana. Tugas perencana sukses UN yang bukan instan
berada pada tataran ini, yakni mengorganisasikan, mengarahkan,
membedayakan, dan mengoptimalkan semua variabel tersebut.
Pengorganisasian pada tataran kabupaten kota dilakukan
oleh pejabat dinas Pendidikan yang bertanggung jawab untuk itu. Kepala
seksi teknis, kepala bidang teknis, dan pejabat sejenisnyalah yang
bertanggung jawab untuk pengorganisasian. Pada tataran satuan
pendidikan pengorganisasian dilakukan oleh kepala satuan pendidikan
bersama pembantu-pembantunya. Pengorganisasian dan penuangannya ke
dalam perencanaan pendidikan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang pada setiap tataran (dinas dan sekolah) merupakan perencanaan
sukses UN non-instan.
Perencanaan yang baik bermuara kepada proses yang benar.
Proses yang benar berujung pada hasil yang optimal. Hal itu hanya dapat
terjadi jika tenaga kependidikan dan pendidik mengubah pola berpikir
dan pola bertindaknya (paradigma) dalam memandang, menyikapi, dan
melaksanakan pendidikan. Perubahan paradigma memerlukan waktu.
Paradigma pertama yang harus diubah ialah cara pandang tentang hubungan
proses pembelajaran dengan hasil belajar. Proses pembelajaran yang baik
diasumsikan akan mendatangkan hasil yang baik pula dan begitu
sebaliknya.
Jika memang cara pandang dan asumsi itu dianggap benar,
sukses UN non-instan haruslah dimulai dari membenahi proses. Ada dua
hal yang perlu dibenahi dalam proses pembelajaran. Kedua hal itu adalah
manajamen (pengelolaan) peroses pembelajaran dan pelaksanaan proses
pembelajaran. Pembenahan manajemen proses pembelajaran berada pada
tataran dinas pendidikan dan satuan pendidikan. Pembenahan pelaksanaan
proses pembelajaran berada pada tataran kelas. Di tataran dinas
pendidikan tentulah kepala dinas yang menjadi penanggung jawabnya dan di
tataran satuan pendidikan adalah kepala sekolah atau kepala satuan
pendidikan. Pada tataran kelas, yang menjadi penanggung jawabnya adalah
pendidik atau guru mata pelajaran.
Pada tingkat manajemen ada beberapa hal yang mungkin
perlu diperhatikan. Hal itu itu di antaranya adalah pengadaan dan
pembedayaan sumberdaya saranan, prasarana, dana, dan tenaga.
Pengadaan sarana, prasarana, dan dana tekait dengan penyusunan
anggaran untuk pelaksanaan proses pembelajaran. Pembedayaan berarti
regulasi (peraturan) yang berkaitan dengan penggunaan sarana,
prasarana, dan dana sehingga efektifitas dan efisiensi dapat terwujud.
Pada tigkat dinas pendidikan kepala dinaslah yang menangani manajemen
ini dan pada tingkat satuan pendidikan tentulah kepala satuan
pendidikan atau kepala sekolah.
Pembenahan yang dilakukan pada tataran dinas pendidikan
dan satuan pendidikan akan sangat berpengaruh kepada yang akan
dilakukan pada tatasan proses pembelajaran. Manajemen di dinas dan
satuan pendidikan menjadi pendukung utama untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran di kelas.
Ada tiga hal penting yang harus dilakukan oleh pendidik
pada tataran kelas yang berhubungan dengan proses pembelajaran. Ketiga
hal itu adalah perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan penilaian proses dan hasil pembelajaran. Efektifitas
dan efisiensi proses pembelajaran ditentukan oleh ketiga hal itu. Oleh
karena itu, pembenahan pada tingkat ini menjadi dasar atau landasan
utama dalam program sukses UN non-instan.
Guru atau pendidik telah menyusun perencanaan proses
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai proses serta
hasil pembelajaran. Akan tetapi ada kewajiban dinas pendidikan
(pengawas sekolah) dan kepala satuan pendidikan yang tidak kunjung
terbayarkan. Hal itu adalah melakukan pengawasan terhadap proses
pembelajaran. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan, bahwa di setiap
satuan pendidikan ada empat hal yang dilakuan yang terkait dengan
proses pembelajaran. Keempat hal itu adalah perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses dan
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Tiga hal
pertama telah dilakukan oleh guru dan satu terkahir kewajibannya ada
di pundak dinas pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Menurut Peraturan Menteri Penididikan Nasional Nomor
41/2007 tentang Standar Proses, pengawasan proses pembelajaran
dilakukan oleh pengawas sekolah dan kepala satuan pendidikan. Kegiatan
kepengawasan tersebut meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan tindak lanjut. Mungkin perlu dilakukan refleksi tentang
pengawasan ini dengan pertanyaan : (1) Apakah dinas pendidikan telah
menugaskan pengawas sekolah untuk melakukan pengawasan sesuai dengan
Standar Proses? (2) Apakah pengawas sekolah telah melakukan pengawasan
yang meliputi pemantauan, supervisi, dan evaluasi terhadap proses
pembelajaran serta kemudian melaporkan dan menindaklanjutinya? (3)
Apakah kepala satuan pendidikan telah melakukan pengawasan terhadap
proses pembelajaran sesuai dengan standar proses? Untuk pembenahan pada
pengawasan proses pembelajaran dapat diawali dengan mengajukan
pertanyaan reflektif seperti itu. Tentu masih banyak pertanyaan sejenis
yang dapat diajukan untuk menrangsang pemikiran ke arah perbaikan
proses pembelajaran.
[Sumber : http://www.harianhaluan.com]
-->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar