(Video ilustrasi sumber :http://www.youtube.com/user/ctlutm1)
PADANG, HALUAN — Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal menilai bahwa ada lima kelemahan guru dalam mengajar matematika. Untuk mengatasi kelemahan ini, sangat dibutuhkan metode mind map (peta pikiran).
Kelemahan pertama, 11 persen dari jam mengajar terbuang untuk hal yang sia-sia. Kedua, hanya 3 persen guru yang membuat soal dengan model yang agak rumit. “Sisanya guru hanya memberikan soal-soal yang sederhana, karena kasihan dengan siswa,” kata Fasli Jalal saat menjadi pembicara dalam seminar nasional matematika dan pendidikan matematika dengan tema memperhatikan cara mengajar guru matematika di kelas, Rabu (31/10) di Padang.
Ketiga, kurangnya persentase pembelajaran dengan menerapkan satu soal
dengan jawaban lebih dari satu. Keempat, minimnya rata-rata persentase
soal per jam yang diaplikasikan yaitu hanya 16 jam. Sementara negara
lain seperti Jepang sudah menerapkan selama 74 jam.
Kelima, kesempatan untuk bicara. Dalam pengamatan yang dilakukan selama 1 jam sewaktu mengajar, ditemukan hanya separuh dari 6.000 kata yang dilontarkan oleh guru. Hal ini, menyebabkan tidak sampai seperempat dari isi kelas yang aktif berbicara atau bertanya.
Padahal menurut Fasli, semakin banyak guru melontarkan kata-kata, maka siswa akan semakin kreatif. “Jadi wajar saja, UNESCO mengatakan kelas di Indonesia, kelas sunyi,” ucap Ketua Umum DPP Ikatan Keluarga Alumni Universitas Andalas (IKA Unand) itu.
Untuk mengatasi kelemahan ini, menurut Fasli sangat dibutuhkan metode mind map. “Sehingga guru semakin canggih dalam membuat rencana, yang kemudian dituangkan kepada siswa. Intinya kompetensi guru dan siswa pun meningkat,” jelasnya.
Akibat kelemahan itu, prestasi siswa Indonesia dalam pelajaran matematika berada pada level rendah berdasarkan penilaian yang ditentukan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 yaitu dengan rata-rata 411. Sementara jam mengajar matematika di Indonesia cukup banyak dibanding Singapura, yaitu 169 jam. Sementara Singapura berada pada level tingkat lanjut dengan rata-rata 605 dan jumlah jam mengajar 112 jam.
Selain itu, tingkat kecerdasan siswa Indonesia pun berada pada tingkat terendah yaitu pada level 1 atau 2. Peringkat ini merupakan peringkat terendah dalam 6 tingkat kecerdasan berpikir yang menjadi acuan negara di dunia. Pada peringkat ini siswa hanya mempunyai kemampuan menghafal namun daya kreativitas sangat rendah.
Kreativitas Siswa
Metode mind map (peta pikiran) merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk menerapkan sistem Student Center Learning (SCL). Melalui metode ini, baik guru maupun kepala sekolah (kepsek) diminta membuat kerangka apa-apa saja yang harus dikerjakan, yang sifatnya lebih terstruktur. Baik itu materi apa saja yang berhubungan dengan materi induk, atau apa saja langkah-langkah yang dilakukan Kepsek dalam mencapai target utamanya.
“Jadi, metode ini bisa digunakan oleh guru maupun kepsek,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Indang Dewata.
Menurutnya, selama ini metode mengajar guru adalah Teacher Center Learning (TCL). Melalui metode ini, kreativitas anak tidak berkembang. Karena, sifatnya yang hanya menerima apa saja yang diajarkan oleh guru, tanpa menuntut pengembangan lebih lanjut dari siswa.
Selain itu, siswa hanya memilki kemampuan kognitif (pengetahuan) dan tidak mampu menerapkan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Padahal penilaian dalam pendidikan itu meliputi unsur kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan pskimotorik (tindakan).
PADANG, HALUAN — Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal menilai bahwa ada lima kelemahan guru dalam mengajar matematika. Untuk mengatasi kelemahan ini, sangat dibutuhkan metode mind map (peta pikiran).
Kelemahan pertama, 11 persen dari jam mengajar terbuang untuk hal yang sia-sia. Kedua, hanya 3 persen guru yang membuat soal dengan model yang agak rumit. “Sisanya guru hanya memberikan soal-soal yang sederhana, karena kasihan dengan siswa,” kata Fasli Jalal saat menjadi pembicara dalam seminar nasional matematika dan pendidikan matematika dengan tema memperhatikan cara mengajar guru matematika di kelas, Rabu (31/10) di Padang.
|
Kelima, kesempatan untuk bicara. Dalam pengamatan yang dilakukan selama 1 jam sewaktu mengajar, ditemukan hanya separuh dari 6.000 kata yang dilontarkan oleh guru. Hal ini, menyebabkan tidak sampai seperempat dari isi kelas yang aktif berbicara atau bertanya.
Padahal menurut Fasli, semakin banyak guru melontarkan kata-kata, maka siswa akan semakin kreatif. “Jadi wajar saja, UNESCO mengatakan kelas di Indonesia, kelas sunyi,” ucap Ketua Umum DPP Ikatan Keluarga Alumni Universitas Andalas (IKA Unand) itu.
Untuk mengatasi kelemahan ini, menurut Fasli sangat dibutuhkan metode mind map. “Sehingga guru semakin canggih dalam membuat rencana, yang kemudian dituangkan kepada siswa. Intinya kompetensi guru dan siswa pun meningkat,” jelasnya.
Akibat kelemahan itu, prestasi siswa Indonesia dalam pelajaran matematika berada pada level rendah berdasarkan penilaian yang ditentukan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 yaitu dengan rata-rata 411. Sementara jam mengajar matematika di Indonesia cukup banyak dibanding Singapura, yaitu 169 jam. Sementara Singapura berada pada level tingkat lanjut dengan rata-rata 605 dan jumlah jam mengajar 112 jam.
Selain itu, tingkat kecerdasan siswa Indonesia pun berada pada tingkat terendah yaitu pada level 1 atau 2. Peringkat ini merupakan peringkat terendah dalam 6 tingkat kecerdasan berpikir yang menjadi acuan negara di dunia. Pada peringkat ini siswa hanya mempunyai kemampuan menghafal namun daya kreativitas sangat rendah.
Kreativitas Siswa
Metode mind map (peta pikiran) merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk menerapkan sistem Student Center Learning (SCL). Melalui metode ini, baik guru maupun kepala sekolah (kepsek) diminta membuat kerangka apa-apa saja yang harus dikerjakan, yang sifatnya lebih terstruktur. Baik itu materi apa saja yang berhubungan dengan materi induk, atau apa saja langkah-langkah yang dilakukan Kepsek dalam mencapai target utamanya.
“Jadi, metode ini bisa digunakan oleh guru maupun kepsek,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Indang Dewata.
Menurutnya, selama ini metode mengajar guru adalah Teacher Center Learning (TCL). Melalui metode ini, kreativitas anak tidak berkembang. Karena, sifatnya yang hanya menerima apa saja yang diajarkan oleh guru, tanpa menuntut pengembangan lebih lanjut dari siswa.
Selain itu, siswa hanya memilki kemampuan kognitif (pengetahuan) dan tidak mampu menerapkan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Padahal penilaian dalam pendidikan itu meliputi unsur kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan pskimotorik (tindakan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar