Oleh : Drs. H. Athor Subroto, M Si
Staf Pengajar STAIN Kediri/STAIM Nglawak Kertosono Nanjuk Jatim.
Staf Pengajar STAIN Kediri/STAIM Nglawak Kertosono Nanjuk Jatim.
Kehidupan berlangsung tanpa disadari dari detik ke detik. Apakah kita tidak menyadari - bahwa hari-hari yang kita lewati justru semakin mendekatkan kita kepada kematian. Sebagaimana juga yang berlaku bagi orang lain?
Sudah menjadi suratan Ilahi - semua yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Kullu nafsin dzaiqatul maut (QS. Al Ankabut [29]: 57). Tak pandang bulu, siapapun akan menemu ajalnya. Bisa pada waktu kaya. Bisa pada waktu miskin. Bisa pada waktu tua. Bisa juga pada waktu masih muda. Waktu apapun – pantas juga ajal itu datang. Sudah siapkah kita – menghadapi suatu peristiwa yang pasti datang ini. Siap ataupun tidak, ajal pasti akan menjempat kita.
Orang menghadapi kematian itu berbeda-beda. Ada yang susah dan sakit. Ada yang senang dan nikmat. Semua itu bergantung amal perbuatannya.
Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menjelaskan bahwa, "Seorang mukmin - saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya kecuali bertemu dengan Tuhan (kematian).
Berbeda halnya dengan orang kafir yang juga diperlihatkan kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya daripada bertemu dengan Tuhan (kematian)"
Dalam surat Fushshilat [41] ayat 30 Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula bersedih, serta bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah kepada kamu.'"
Turunnya malaikat tersebut menurut banyak pakar tafsir adalah ketika seseorang yang sikapnya seperti digambarkan ayat di atas sedang menghadapi kematian. Ucapan malaikat, "Janganlah kamu merasa takut" adalah untuk menenangkan mereka menghadapi maut dan sesudah maut. Sedang "jangan bersedih" adalah untuk menghilangkan kesedihan mereka menyangkut persoalan dunia yang ditinggalkan seperti anak, istri, harta, atau hutang.
Sebaliknya Al-Quran mengisyaratkan bahwa keadaan orang-orang kafir ketika menghadapi kematian sulit terlukiskan: "Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata, 'Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar' (niscaya kamu akan merasa sangat ngeri)" (QS Al-Anfal [8]: 50)
Juga firman Allah di dalam surat Al-An’aam [6] ayat 93: "Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya sambil berkata, 'Keluarkanlah nyawamu! Di hari ini, kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah perkataan yang tidak benar, dan karena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya" (QS Al-An'am [6]: 93).
Musthafa Al-Kik menulis dalam bukunya Baina Alamain, bahwasanya kematian yang dialami oleh manusia dapat berupa kematian mendadak seperti serangan jantung, tabrakan, dan sebagainya. Dapat juga merupakan kematian normal yang terjadi melalui proses menua secara perlahan.
Yang mati mendadak maupun yang normal, kesemuanya mengalami apa yang dinamai sakarat al-maut (sekarat). Yakni semacam hilangnya kesadaran yang diikuti oleh lepasnya ruh dan jasad.
Dalam keadaan meninggal mendadak, sakarat al-maut itu hanya terjadi beberapa saat singkat. Yang mengalaminya akan merasa sangat sakit karena kematian yang dihadapinya ketika itu diibaratkan oleh Nabi Saw.- seperti "duri yang berada dalam kapas, dan yang dicabut dengan keras."
Banyak ulama tafsir menunjuk ayat Wan nazi'ati gharqa (demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras) (QS An-Nazi'at [79]: 1) - sebagai isyarat kematian mendadak. Sedang lanjutan ayat tersebut yaitu Wan nasyithati nasytha (malaikat malaikat yang mencabut ruh dengan lemah lembut) - sebagai isyarat kepada kematian yang dialami secara perlahan-lahan.
Kematian yang melalui proses lambat itu dan yang dinyatakan oleh ayat tadi - sebagai "dicabut dengan lemah lembut". Sama keadaannya dengan proses yang dialami seseorang pada saat kantuk sampai dengan tidur. Surat Al-Zumar [39]: 42 - mendukung pandangan yang mempersamakan mati dengan tidur.
Dalam hadits-pun diajarkan bahwasanya tidur identik dengan kematian. Bukankah doa yang diajarkan Rasulullah Saw untuk dibaca pada saat bangun tidur adalah: "Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami (membangunkan dari tidur) setelah mematikan kami (menidurkan). Dan kepada-Nya jua kebangkitan (kelak)."
Pakar tafsir Fakhruddin Ar-Razi, mengomentari surat Al-Zumar [39]: 42 sebagai berikut: "Yang pasti adalah tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna. Sedang tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi."
Kalau demikian, meninggal itu sendiri "lezat dan nikmat." Bukankah tidur itu demikian? Tetapi tentu saja ada faktor-faktor ekstern yang dapat menjadikan kematian lebih lezat dari tidur. Atau menjadikannya amat mengerikan melebihi ngerinya mimpi-mimpi buruk yang dialami manusia.
Di sisi lain, manusia dapat menghibur dirinya dalam menghadapi kematian dengan jalan selalu mengingat dan meyakini bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak seorangpun akan luput darinya. Karena, kematian adalah risiko hidup.
Firman Allah Swt di dalam surat Al-Anbiya’ [21] ayat 34: "Kami tidak menganugerahkan hidup abadi untuk seorang manusiapun sebelum kamu. Apakah jika kamu meninggal dunia mereka akan kekal abadi? (QS. Al-Anbiya' [21]: 34)
Keyakinan akan kehadiran maut bagi setiap jiwa dapat membantu meringankan beban musibah kematian. Karena, seperti diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam kegembiraan, semakin besar pengaruh kegembiraan itu pada jiwa. Sebaliknya, semakinbanyak yang tertimpa atau terlibat musibah, semakin ringan musibah itu dipikul.
Demikian Al-Quran menggambarkan kematian yang akan dialami oleh manusia taat dan durhaka. Dan demikian kitab suci menginformasikan tentang kematian yang dapat mengantar seorang mukmin agar tidak merasa khawatir menghadapinya. Sementara, yang tidak beriman atau yang durhaka diajak untuk bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman dan siksaan. Atau, segera beriman.
Akhir kehidupan yang sangat dahsyat yang menunggu manusia; seharusnya menyadarkan dirinya bahwa ia bukanlah hanya tubuh semata, melainkan jiwa yang “dibungkus” dalam tubuh. Dengan lain perkataan, manusia harus menyadari bahwa ia memiliki suatu eksistensi di luar tubuhnya. Selain itu, manusia harus paham akan kematian tubuhnya - yang ia coba untuk miliki seakan-akan ia akan hidup selamanya di dunia yang sementara ini. Tubuh yang dianggapnya sangat penting ini, akan membusuk serta menjadi makanan cacing suatu hari nanti dan berakhir menjadi kerangka. Mungkin saja hal tersebut segera terjadi. Kecuali manusia yang dijaga Allah – tidak busuk jasadnya. Karena, ulat, cacing dan lainnya – tidak kuat mendekatinya.
Bahkan mungkin saja, orang yang meninggal dalam perjalanannya ke sekolah atau terburu-buru untuk menghadiri rapat di kantornya - juga berpikiran serupa. Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa koran esok hari - akan memberitakan kematian mereka.
Sangat mungkin, selagi kita membaca artikel ini - kita berharap untuk tidak meninggal setelah menyelesaikan membacanya. Atau bahkan menghibur kemungkinan tersebut terjadi. Mungkin kita merasa bahwa saat ini belum waktunya meninggal karena masih banyak hal-hal yang harus diselesaikan. Namun demikian, hal ini hanyalah alasan untuk menghindari datangnya ajal. Dan usaha-usaha seperti ini hanyalah hal yang sia-sia untuk menghindarinya.
Katakanlah: “Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja.” (QS. Al-Ahzab [33]: 16). Kapanpun - kita mesti bersiap-siap menghadapi datangnya ajal. Kita berdoa, semoga husnul khatimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar