Oleh: Bambang Indriyanto
Peneliti Pada Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang, Kemdikbud
Peneliti Pada Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang, Kemdikbud
Secara konvensional terdapat kecenderungan bahwa upaya peningkatan mutu
pendidikan selalu dikaitkan dengan ketersediaan sarana dan prasana
pendidikan yang memadai, serta kompetensi guru. Pendapat tersebut tidak
sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya betul. Ada komponen lain
yang jarang disentuh yaitu kurikulum. Argumentasi yang dikemukakan pada
tulisan ini adalah kurikulum merupakan instrumen strategis bagi upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Kenapa demikian?. Kurikulum sebagai instrumen peningkatan mutu
pendidikan terdiri dari tiga entitas yaitu tujuan, metode, dan isi.
Peningkatan kompetensi guru dan penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan hanya akan memberikan makna bagi peserta didik jika diarahkan
pada pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum. Pada
konteks Sistem Pendidikan Nasional rumusan tersebut dirumuskan pada
Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Pada Peraturan Pemerintah nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab Ketentuan Umum SKL
didefinisikan sebagai “kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan”.
|
|
Untuk menjamin agar SKL tersebut dapat dicapai maka kegiatan belajar
mengajar tersebut dilengkapi dengan tujuh standar lainnya yaitu standar
isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar
penilaian pendidikan. Keberadaan standar-standar ini telah dijamin oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 2.
Kurikulum 2013 sebagai bagian dari intervensi peningkatan mutu
pendidikan, tentu tidak bisa bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, SKL menjadi rujukan
ketika Kurikulum 2013 diterapkan, termasuk tujuh standar nasional
pendidikan lainnya. Demikian juga dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) tetap menjadi bagian Kurikulum 2013. Satuan pendidikan
tetap mempunyai kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang
sesuai dengan kondisi satuan pendidikan tersebut. Di samping itu,
Kurikulum 2013 tetap merupakan kurikulum berbasis kompetensi.
Namun demikian, sebagaimana dinyatakan pada UU nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38, kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
Satuan pendidikan tetap harus merujuk pada kerangka dasar dan struktur
kurikulum jika harus mengembangkan kurikulum sendiri. Ketentuan untuk
merujuk pada kerangka dasar dan struktur kurikulum merupakan bagian dari
quality assurance.
Dalam berbagai forum uji publik yang telah diselenggarakan dari tanggal
29 November sampai dengan 23 Desember 2012, beberapa perseta menanyakan
tentang keberadaan Buku Babon. Mereka yang belum mengetahui tentang
maksud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyediakan Buku
Babon beranggapan bahwa akan keseragaman dalam kurikulum, dan
bertentangan dengan ketentuan pada PP nomor 19 tahun 2005. Keberadaan
Buku Babon, tidak dimaksudkan sebagai bentuk sentralisasi kurikulum dan
penyeragaman, tetapi dimaksudkan untuk standarisasi dalam pelaksanaan
kurikulum. Hal ini didasarkan pada adanya kecenderungan tidak setaranya
kurikulum yang digunakan oleh satuan pendidikan. Kecenderungan ini
terjadi karena adanya perbedaan kompetensi guru, sehingga ada satuan
pendidikan yang mengadopsi kurikulum dari satuan pendidikan atau contoh
dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan, tanpa melakukan
penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi satuan pendididkan tempat guru
tersebut mengajar.
Buku Babon didisain untuk memfasilitasi guru melakukan tugas
mengajarnya dan peserta didik mengikuti kegiatan belajar mengajar. Buku
Babon direncanakan untuk memuat isi mata pelajaran, metode mengajar, dan
metode evaluasi. Dengan ketiga komponen tersebut, guru diharapkan dapat
melakukan diagnosis terhadap kesulitan belajar peserta didik dan
peserta didik diharapkan akan mengetahui pada topik bahasan yang mana
dia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Keberadaan Buku Babon
merupakan standar minimum yang harus dicapai oleh setiap siswa. Jika ada
satuan pendidikan yang mampu untuk mencapai lebih tinggi dari standar
yang ditetapkan pada Buku Babon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
tidak melarangnya, bahkan mendorong setiap satuan pendidikan dapat
mencapai target yang lebih tinggi.
Kurikulum 2013 merupakan intervensi peningkatan mutu yang strategis,
namun sasarannya besar baik dari segi siswa yang akan menjadi subyek
dari kurikulum 2013, maupun guru yang menjadi aktor utama dalam
implementasinya, sehingga pelaksanaan secara serentak dengan sasaran
semua satuan pendidikan secara nasional menjadi hal yang sulit untuk
dilaksanakan. Wakil Presiden dalam sambutannya dalam pembukaan Rembuknas
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013, menyatakan bahwa
Implementasi Kurikulum 2013 perlu dilaksanakan segera secara bertahap
dan jangan molor karena yang rugi generasi muda. Begitu molor pasti ada
korban, sebagian generasi muda tidak bisa menerima manfaat kurikulum
baru..
Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 akan dilaksanakan secara terbatas dan
berjenjang. Untuk SD akan dilaksanakan pada kelas I dan IV, sedangkan
pada SMP dilaksanakan VII, dan di SMA dilaksanakan di kelas IX. Jika
pada tahun ajaran 2013/14 Kurikulum 2013 dilaksanakan pada kelas-kelas
tersebut, maka pada tahun ajaran 2014/15 secara berjenjang dilaksanakan
pada kelas-kela berikutnya. Misalnya di SD dapat dilaksanakan pada kelas
II dan V, sedangkan di SMP dapat dilaksanakan pada kelas VII dan di
SMA/SMK dilaksanakan pada kelas X.
Keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 tidak hanya pada ketepatan dan
comperehensiveness perumusan SKL dan kerangka dasar, serta struktur
kurikulum, tetapi dari kepemimpinan kepala sekolah pada tingkat satuan
pendidikan dan kepemimpinan guru pada tingkat kelas. Kepemimpinan kepala
sekolah mempunyai peran penting dalam memfasilitasi guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Sedangkan kepemimpinan
guru di tingkat kelas jelas menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan
dengan bekerhasilan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013. Guru merupakan
aktor terdepan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang berhadapan dengan
peserta didik. Peran penting guru antara lain meliputi: (1) kemampuan
menjabarkan topik-topik bahasan pada mata pelajaran menjadi informasi
yang menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik, (2) kemampuan untuk
mengidentifikasi tingkat dan area kesulitan peserta didik dan kemampuan
untuk membantunya keluar dari kesulitan tersebut, dan (3) kemampuan
melakukan evaluasi kemajuan belajar siswa. Berdasarkan hasil evaluasi
guru dapat menentukan strategi untuk menentukan metode pembelajaran yang
lebih tepat dan kecepatan dalam memberikan informasi berupa pengetahuan
kepada peserta didik.
Kurikulum 2013 memang merupakan instrumen peningkatan mutu pendidikan.
Peran guru dan kepala sekolah menjadi pendukung utama agar Kurikulum
2013 dapat secara signifikan meningkatan mutu pendidikan dasar dan
menengah.
[Sumber : http://www.kemdiknas.go.id/]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar