GURU SEJATINYA TETAP KUNCI DALAM PROSES PEMBELAJARAN. NAMUN, SEBAGAI AGEN PERUBAHAN, GURU DITUNTUT HARUS MAMPU MELAKUKAN VALIDASI MEPERBAHARUI KEMAMPUANNYA, SESUAI DENGAN TUNTUTAN ZAMAN AGAR TIDAK TERTINGGAL

Loading...
 

Minggu, 08 April 2012

Pekerjaan Rumah untuk Guru

Oleh : Feriyadi

Berbicara tentang guru dan kualitasnya, suka tak suka pemerintah harus mengaca diri terhadap kebijakan-kebijakan tentang dunia pendidikan.

Apakah kebijakan pemerintah terhadap dunia pendidikan murni upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia atau hanya sebagai kebijakan politik penaikan citra pemerintah semata?

Rumitnya masalah pendidikan di negara kita tidak terlepas dari masalah mutu para pendidiknya. Padahal guru memiliki peranan strategis, terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.

Tetapi kenyataan di lapangan pada umumnya guru kita jauh dari kata maju. Mereka gaptek tidak mengenal dunia internet dan tidak punya akses ke dunia maya.

Bagaimana mungkin dunia pendidikan akan maju jika disandarkan pada orang-orang seperti ini? Padahal menjawab tantangan dunia yang serba canggih, kita membutuhkan guru yang cerdas dalam intelektual dan emosional.

Kita menyadari pada masa sekarang, dibutuhkan guru yang kompeten dan andal di bidangnya untuk menciptakan siswa-siswa yang berkualitas. Bukan guru-guru kuno yang takut pada perubahan kurikulum, tidak memiliki keyakinan saat mengajar, ilmu pas-pasan dan cenderung tidak mau menerima kritikan dari siswa.






Tentu kita tidak menginginkan guru yang membunuh karakter siswa melalui ucapan dan perbuatan. Siswa jangan ditempatkan sebagai objek pendidikan. Mereka (siswa) dianggap tidak berdaya, tidak punya potensi, harus menuruti perintah guru dan sekolah.

Mereka cuma dipaksa untuk menerima. Pendidikan cuma dijalankan satu arah: guru memberi, murid menerima; guru mengajar, murid diajari; guru memerintah, murid mematuhi; guru bicara, murid mendengar; semua diterima tanpa reserve!

Model pendidikan seperti ini oleh Paulo Freire disebut sebagai pendidikan gaya bank (banking concept of education).

Fakta di lapangan menunjukan, mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar, seperti mengenal dan menggunakan internet sebagai media pembelajaran.

Seorang pengamat dengan prihatinnya berkata, dunia pendidikan kita dilaksanakan mayoritas orang-orang yang tidak berkompeten. Lalu apakah langkah pemerintah dengan menentukan beban kerja mengajar guru menjadi 24 jam tatap muka per minggu seperti yang dituangkan Permendiknas nomor 39 tahun 2009 serta pemberian tunjangan sertifikasi akan membuat guru menjadi profesional dan kompeten?

Membahas tentang beban kerja 24 jam tatap muka bagi guru per minggu, berarti berbicara tentang penyelesaian masalah yang menyebabkan masalah baru.

Banyak efek domino yang disebabkan oleh keputusan tersebut. Nasib para mahasiswa jurusan pendidikan yang jumlahnya ribuan teramat suram padahal mereka tidak terlatih untuk berwiraswasta.

Nasib guru honor yang jumlahnya ribuan juga ibarat digantung tidak bertali. Kalau kita mau jujur etos kerja guru honor juga tinggi. Bagaimana nasib guru-guru yang mengajar di daerah terpencil? Yang tidak memungkinkan memenuhi jam wajib 24 jam karena alasan jumlah rombongan belajar yang sedikit dan alasan-alasan teknis lainya.

Kebijakan pemerintah menyejahterakan guru, memang patut kita syukuri, tetapi perlu ingat, kesejahteraan tidak menjamin pelaksanaan pendidikan yang bermutu.

Ada hal yang sangat penting lagi yang sangat perlu mendapat perhatian dari pemerintah secara serius, tentang bagaimana menciptakan sumber daya guru yang berkualitas yang mampu menjawab tantangan di era globlisasi.

Bukan hanya sekadar menciptakan sumber-sumber penghasilan baru bagi guru yang menyebabkan secara langsung maupun tak langsung dapat mengganggu ketulusan hati guru dalam bekerja.

Permasalah pendidikan tidak terbatas pada kualitas guru saja tetapi juga pada sistem pendidikan yang beberapa buah kebijakannya perlu ditinjau ulang.

Kebijakan ujian nasional misalnya, walaupun telah ditentang banyak pihak. Pemerintah tetap bersikeras menjadikan bentuk evaluasi ujian nasional untuk menentukan kelulusan siswa. [Sumber : http://hariansinggalang.co.id/]

Artikel/Informasi Terkait :

3 komentar:

jalius.hr mengatakan...

--------------

اَلسَّلاَ مُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَ كَاتُهُ
---------------------------------

Sabaiknya tulisan Feriyadi ini dikhususkan, misalnya "Guru" di daerah mana, mata pelajaran apa. jangan kasusnya di generalisasi.
Coba perhatikan yang saya kutip ini:
...."Tetapi kenyataan di lapangan pada umumnya guru kita jauh dari kata maju. Mereka gaptek tidak mengenal dunia internet dan tidak punya akses ke dunia maya "....

Menurut hemat saya guguru di Indonesia, di Sumbar khususnya sudah banyak yang punya kemampuan yang diluar dugaan Feriyadi. Di samping itu juga sudah banayak juga guru-guru kita yang berkwalitas internasional.
Memang yang masih jauh dari jangkauan internet. Tapi itupun sesuai dengan keadaan. Ingat betapun canggihnya teknologi internet, yang sangat penting adalah kemampuan guru membelajarkan anak dengan lingkungannya. Prinsip adalah "alam takambang jadi guru".
Kita jangan berangan-angan, semua guru harus mengajar dengan Internet (teknologi informasi).
Kita jangan berangan-angan kemampuan guru kita harus disamakan. Sebab bagaimanapun realitas dari "Indonesia" mulai dari yang serba modern sampai kepada yang masih primitif (sederhana) yang belum butuh sekolah.
Alangkah konyol seorang ahli yang berkata:.... " dunia pendidikan kita dilaksanakan mayoritas orang-orang yang tidak berkompeten."...

Guru di pedalaman Irian jangan anda samakan dengan guru di Jakarta.
Kalau guru di pedalaman Irian atau Kalimantan kita tempatkan di Jakatra memangnya tidak kompeten, dan sebaliknya, Guru yang kompeten di Jakarta jika ditempatkan di pedalaman Irian atau Kalimantan juga jadi tidak kompeten.....
Makanya hati-hati memahami dan mengomentari kemajuan pendidikan di
Indonesia dan juga pendidkan untuk tenaga kependidikan.
Di manapun guru itu berada yang penting dia bisa membelajarkan muridnya, membantu memperkembangan penalarannya yang baik. Penalaran yang baik lebih penting ketimbang canggihnya teknologi Informasi dalam pembelajaran.
Ingat teknologi informasi.... hanya sebagai " alat bantu "
Cerdas tidaknya seseorang... ya sangat pergantung kepada kemampuan penalarannya.
Anda harus lihat fakta dan realitasnya, ..betapa banyak anak-anak yang berasal dari pedesaan berhasil dengan baik mengalahkan kemampuan anak-anak di kota (nota benenya sarana dan prasaran sekolahnya sangat memadai, gurunya apa lagi). Laptop dan internet tidak jaminan keberhasilan, sekali lagi hanya alat bantu....

sukasmo mengatakan...

Semoga bisa sebagai masukan para pemangku kebijakan ,dan bermanfaat bagi dunia pendidikan kita,
Ijin share ya pak

Z Kamin mengatakan...

Pak Sukasmo Kasmo, silahkan copas dan share

e-Newsletter Pendididkan @ Facebook :

Belanja di Amazon.com :

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]