GURU SEJATINYA TETAP KUNCI DALAM PROSES PEMBELAJARAN. NAMUN, SEBAGAI AGEN PERUBAHAN, GURU DITUNTUT HARUS MAMPU MELAKUKAN VALIDASI MEPERBAHARUI KEMAMPUANNYA, SESUAI DENGAN TUNTUTAN ZAMAN AGAR TIDAK TERTINGGAL

Loading...
 

Kamis, 08 Maret 2012

Hentikan Dulu Menerima Calon Mahasiswa Keguruan


 

 
Padang – Singgalang, 06 March 2012 - Ketidak mampuan guru mengajar 24 jam/minggu terjadi karena buruknya pemerataan guru. Tidak hanya menjadi masalah di Sumbar, tetapi juga masalah nasional. Agar semua guru mendapat jatah yang sama, ada wacana untuk moratorium penerimaan mahasiswa keguruan.Gagasan itu disampaikan pengamat pendidikan Damsar kepada Singgalang, Senin (5/3). Meski terkesan slenge’an, gagasan yang dilontarkan Damsar tersebut penting dicatat.

Kata dia, saat ini penempatan guru susah diratakan karena banyak kepentingan dari masing-masing daerah. Sementara, jumlah guru terus meningkat seiring gencarnya PTN/PTS mencetak calon guru setiap tahunnya.

UNP misalnya, mewisuda sedikitnya 5.000 calon guru/tahun. Belum lagi jumlah yang dicetak oleh PTS keguruan di Sumbar. “Akibatnya, jelas, terlalu banyak guru di Sumbar. Ironisnya, tempat untuk mereka tidak ada. Jadi target 24 jam/minggu itu sangat jauh,” kata Damsar.

Moratorium yang dimaksudkan Damsar adalah, adanya penyetopan sementara mahasiswa keguruan. Jika terus dibuka, tentu calon pendaftar semakin bertambah. Sementara kesiapan untuk menampung mereka tidak ada. Memang nantinya akan timbul polemik. Namun, kata Damsar, itu bukan berarti menghancurkan perguruan tinggi.

“Ini bertujuan agar lowongan guru sesuai dengan kebutuhannya. Akan berlaku seleksi alamiah. Jika guru dibutuhkan, bukalah PTN keguruan. Jika tidak dibuka, pasti calon mahasiswa akan mengambil jurusan lain. Adanya mahasiswa keguruan kan karena dibukannya tempat bagi mereka,” tukas Damsar.

Dia menilai, pemerataan guru akan sulit dilakukan karena setiap daerah punya kepentingannya masing-masing. Dinas terkait dinilai perlu mendata ulang kebutuhan guru agar semua guru terserap. Yang paling dirugikan nantinya adalah guru honor yang mendapatkan gaji tergantung jam mengajar.

“Solusi cerdas dari pemerintah sangat diperlukan. Kita mengharapkan semua guru bisa mengajar sesuai kompetensi masing-masing, tanpa memandang tempat mengajar. Bila pemerataan beres, jam mengajar 24 jam/minggu itu soal gampang,” jelas Damsar.

Ditanggapi beragam

Rencana pemerintah menghentikan penerimaan guru honor dipandang beragam oleh para lulusan sarjana kependidikan. Ada yang menilai, pemerintah membatasi hasrat mereka menjadi pendidik. Di sisi lain ada yang menilai itu sesuatu yang positif.

Bagi yang kontra, pemerintah dinilainya tidak memberikan peluang bagi mereka sebagai sarjana kependidikan untuk mengajar sebelum menjadi guru PNS. Padahal itu dinilainya jembatan sebelum benar-benar menjadi guru. “Menjadi guru honor kan bisa tetap melatih kita mengajar sebelum benar-benar jadi guru,” kata seorang sarjana kependidikan yang enggan menyebutkan namanya.

Sementara beberapa alumni kependidikan lainnya menilai, ada dua sisi yang dapat disimpulkan dari kebijakan tersebut. Debby Trisnaweti, sarjana kependidikan Universitas Negeri Padang (UNP) pada satu sisi menilai itu bisa membatasi kesempatan dia menjadi guru honor. “Negatifnya kita seperti kehilangan kesempatan kerja sebagai guru,” sebut lulusan jurusan Bahasa Inggris yang baru diwisuda 3 Maret lalu.

Di sisi lain kata peraih IPK 3,31 tersebut, bisa mendorong para lulusan kependidikan untuk dapat mencari pekerjaan di sektor lain. “Kita didorong untuk kreatif,” ujarnya.

Pada dasarnya, dia mendukung kebijakan pemerintah untuk membatasi penerimaan guru honor. “Sebaiknya pemerintah memaksimalkan guru PNS yang sudah ada. Kita pasti masih punya kesempatan karena pasti bakal ada yang pensiun,” ujarnya optimis.

Hal senada juga disampaikan Febrian Rahma Dewi, lulusan Bahasa Inggris UNP lainnya. Meski kebijakan itu terkesan membatasi peluang sarjana kependidikan berkarir di jalurnya, gadis manis yang akrab disapa Wiwi itu menyatakan tak soal dengan kebijakan itu. “Sarjana kependidikan kan tidak mutlak berkarir sebagai guru. Apalagi lulusan Bahasa Inggris bisa saja bekerja di sektor lain, jadi guru privat atau bimbel atau bekerja di bank dan lainnya,” katanya.

Dia sendiri malah lebih berminat bekerja di bank. “Saya sedang menunggu panggilan kerja di salah satu bank,” sebut peraih IPK 3,42.

Sementara Rektor UNP, Prof. Z.Mawardi Effendi menilai, pemerintah memang mengalami dilema dalam persoalan guru honor terutama dalam pengangkatan. Tahun ini saja pemerintah hanya bisa mengangkat sebanyak 130 ribu guru honor. Sedangkan jumlah guru honor sudah lebih dari itu.

Namun ditekankannya, sarjana kependidikan terutama lulusan UNP tak perlu risau dengan kebijakan tersebut. Apalagi di sana para lulusan telah disiapkan untuk bekerja di sektor lain. “Tak perlu galau dengan kebijakan ini, karena lulusan sarjana kependidikan itu juga disiapkan sesuai jurusan mereka. Misalnya ekonomi, kemampuan sektor ekonomi mereka setara D3 lulusan ekonomi, tapi dari sisi kependidikan mereka sarjana,” paparnya.

Dia menyebutkan, memang tak dapat ditampik persoalan guru honor menjadi persoalan tersendiri. Di satu sisi, beberapa daerah masih kekurangan guru. “Pemerataan guru memang masih jadi persoalan, karena banyak daerah masih kekurangan guru bahkan pemerintah sampai melahirkan kebijakan SM3T,” paparnya.

Inilah diharapkannya dapat diatasi pemerintah. Pemerataan guru perlu dilakukan. Supaya pemerataan pendidikan juga bisa sejalan.

Terlepas dari itu, sarjana kependidikan yang berhasrat jadi guru dapat saja menjadi guru pada berbagai lembaga pendidikan swasta. “Dari data statistik, lembaga pendidikan swasta justru lebih banyak dan pastinya mereka membutuhkan tenaga pendidik. Selaian itu, untuk lembaga pendidikan pemerintah pasti bakal ada pensiun dan peluang mereka tetap terbuka,” ulasnya.

Info Lainnya :
 



Tidak ada komentar:

e-Newsletter Pendididkan @ Facebook :

Belanja di Amazon.com :

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]