GURU SEJATINYA TETAP KUNCI DALAM PROSES PEMBELAJARAN. NAMUN, SEBAGAI AGEN PERUBAHAN, GURU DITUNTUT HARUS MAMPU MELAKUKAN VALIDASI MEPERBAHARUI KEMAMPUANNYA, SESUAI DENGAN TUNTUTAN ZAMAN AGAR TIDAK TERTINGGAL

Loading...
 

Sabtu, 07 Januari 2012

Percaya Diri

Oleh : Buya HAMKA
(Haji Abdul Malik bin Karim Amrullah)

Percaya kepada diri sendiri adalah termasuk tiang akhlaq yang utama. Yang sanggup menggenggam sifat percaya diri hanyalah orang yang memiliki kepribadian kuat. Percaya diri menimbulkan kekuatan kemauan dan kehendak. Membuat orang berusaha sendiri, dengan tidak mengharap bantuan orang lain. Percaya diri adalah buah dari jiwa yang merdeka.

Percaya kepada diri sendiri membuahkan kemenangan hidup. Bukti nyata dapat dilihat pada orang yang memiliki kesuksesan seperti Thomas Alfa Edison di dunia ilmu pengetahuan dan tokoh lain di bidangnya masing-masing. Percaya diri membuahkan kenikmatan dalam diri yang sangat besar, yang sulit dirasakan orang lain. Percaya diri menyebabkan kemenangan suatu seruan, baik seruan perubahan di bidang politik maupun agama. Atas dasar kepercayaan dirilah, para Rasul bekerja menegakkan agama yang benar, sehingga suara mereka terdengar kemana-mana. Apa yang mereka ajarkan abadi, walaupun tubuh mereka telah dikuburkan beribu tahun. Lantaran percaya dirilah, orang-orang besar tidak gentar menghadapi bahaya yang besar-besar dan rintangan yang tak terhitung.

Dalam sejarah yang ditempuh Islam, tampak sifat-sifat percaya diri dalam perjalanannya. Suatu bangsa yang tadinya tidak terkenal dalam tempo yang tidak sampai 50 tahun telah dapat mengalahkan kerajaan-kerajaan yang jauh lebih besar dan maju. Itulah bangsa Arab, bangsa yang sejak mula-mula Islam datang padanya, telah diajarkan percaya diri. Lantaran percaya dirilah, mereka dapat menghadapi kekuatan orang lain.

Percaya diri menyebabkan Abu Bakar tidak gentar sedikitpun menghadapi kesulitan dan huru-hara yang terjadi setelah Rasulullah meninggal. Dapat dikatakan pada waktu itu seluruh tanah Arab memberontak dan hendak memutuskan hubungan dengan pusat pemerintahan Islam (Madinah). Munculnya Nabi-Nabi palsu, penolakan kewajiban zakat dan lain-lain. Padahal Nabi yang selama ini menjadi panutan, telah meninggal. Tampillah Abu Bakar kedepan. Tegak dengan penuh percaya diri, bahwa dia sanggup memadamkan pemberontakan itu dan menghadapi segala kesulitan. Dia tampil kedepan, tidak mengenal kata mundur dalam kamusnya, dan dia menang.

Percaya dirilah yang menyebabkan Umar bin Khattab mengatur tentara untuk menaklukkan kerajaan Persia dan Romawi yang sepuluh kali lebih besar. Padahal tentaranya sedikit dan senjatanya tidak banyak.

Dan percaya dirilah bekal Thariq bin Ziyad menyeberangi benua Afrika hendak menuju Andalusia (Spanyol). Dibakarnya kapal yang dipergunakannya untuk mengangkut tentaranya, agar mereka tidak ingin kembali pulang. Dia berpidato pada seluruh tentaranya: “Sekarang lautan di belakangmu, musuh di hadapanmu. Nasibmu bergantung kepada pedangmu. Makanan tersedia ada, yaitu di negeri yang akan kamu taklukkan”.

Demikian juga beberapa orang terkenal, orang yang membuka dan memasuki tempat-tempat baru, seperti Ibnu Bathuthah dari Arab, Columbus penemu benua Amerika dan beribu-ribu lagi yang namanya tercantum dalam sejarah. Orang yang telah membentuk dan memperkaya “peta” dunia ini.

Orang Islam adalah kaum yang sepantasnya percaya diri. Sebab kekuatan yang ada pada dirinya digantungkannya kepada kekuatan yang mengatur alam ini, yaitu Allah Yang Maha Kuasa.
Barangsiapa yang percaya kepada Tuhannya, tidaklah merasa takut dan gentar berenang didalam lautan hidup ini. Dia tidak percaya bahwa akan ada suatu kekuatan dialam ini yang sanggup merintangi cita-citanya, kalau tanpa ijin dari Allah. Dia tidak percaya bahwa dia akan ditimpa bahaya kalau tidak telah tertulis dalam ilmuNya. Dan dia selalu berbaik sangka kepada Tuhannya.

Ada dua pelajaran dalam Islam yang menyuburkan kepercayaan kepada diri sendiri.

Pertama Tauhid, mengakui bahwa Tuhan Esa dalam kekuasaanNya. Segala kekuasaan yang ada di alam ini hanyalah pinjaman saja dari Tuhan. Dia yakin kalau ada selain Tuhan tempatnya takut, rusaklah tauhidnya dan binasalah imannya.

Pelajaran kedua ialah takdir. Yaitu mengakui buruk dan baik, sakit dan senang tidaklah akan terjadi kalau tidak dengan izin Allah. Kaum muslimin bukanlah seperti kaum Jabariyah atau Fatalis yang tidak mengakui adanya ikhtiar pada hamba, hanya pada Tuhan semata-mata, sehingga lemah hati dan putus asa. Tidak pula menjadi kaum Qodariyah, yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan Tuhan dengan segala apa yang dikerjakan oleh manusia, melainkan tergantung pada diri manusia itu sendiri saja. Mereka tegak ditengah-tengah. Mereka berusaha dan berikhtiar, serta percaya kepada Tuhan. Bahwa Tuhan senantiasa akan memimpin ke jalan yang baik. Senantiasa akan memberi petunjuk kepada kebenaran. Dia percaya bahwa “sebab” selalu berhubungan dengan “akibat”. Ditanam biji tumbuhlah pohon, dan dari pohon itu kelak tumbuhlah buah. Dari berbisnis timbullah laba. Dari kemalasan timbullah miskin. Dan mereka yakin pula bahwa sebab itu tidak akan ada harganya kalau tidak disertai dengan pertolongan dan pimpinanNya. Sebab di tanganNyalah terletak kekuasaan segenap langit dan penjuru bumi.

Kalau hanya percaya pada diri sendiri, tidak ada hubungan dengan kepercayaan akan kekuatan yang lebih tinggi, maka pada awal-awalnya belumlah terasa kekurangannya. Nanti pada akhirnya di ujung perjalanan akan timbullah kesadaran bahwa tidaklah segala yang dituju selalu tercapai melainkan ketentuan Tuhan jugalah yang tercapai.

Sebab itu berusahalah sendiri dan janganlah mengharapkan pertolongan orang lain. Di dalam Islam berkali-kali diterangkan, di akhirat kelak, tiap-tiap manusia akan ditanya usaha dan amalnya sendiri-sendiri. Tidak ada hubungan keturunan yang akan berpengaruh, sehingga Fatimah yang anak kandung Nabi, tatkala beliau masih hidup, sudah disuruh oleh Rasul untuk menjaga dirinya sendiri dari api neraka.

Pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita sendiri, apabila diserahkan orang lain, hasilnya tentu tidak memuaskan kita. Karena orang lain tidak dapat mengetahui sepenuhnya apa yang akan menyenangkan dan memuaskan hati kita.

Jika kita selalu tidak mau memikul tanggung jawab dan lebih suka orang lain yang mengerjakan, ilmu kitapun akan sedikit di bidang itu. Sehingga lama kelamaan kita menjadi bodoh.

Orang yang selalu melepas tanggung jawab, seperti anggota badan yang terkena penyakit dan busuk, yang layak untuk diamputasi.

Banyak pekerjaan yang jika diserahkan kepada orang lain dan diharapkan supaya menyempurnakannya, namun malah tidak selesai sesuai deadline-nya. Setelah kita kerjakan sendiri, malah selesai saat itu juga.

Lantaran percaya dirilah timbul bermacam-macam sifat mulia yang lain. Yang terpenting ialah kreatifitas berpikir.

Kreatifitas berpikir adalah adalah pangkal kemajuan dunia. Orang-orang yang kreatif pikirannya, telah menelurkan ide yang “tinggi”, yang kadang-kadang tidak tercerna oleh orang lain. Mula-mula kreatifitas ditolak orang. Maka orang yang pikirannya kreatif berjalan lebih awal, berpikir lebih ke depan dan berakal lebih maju. Kalau bukan karena kreatifitas pikiran, tentu manusia tetap akan disitu-situ saja, tidak mencapai kemajuan dalam segala bidang. Sampai sekarang tentu akan diam di dalam gua batu, makan rumput dan tak tahu apa itu masakan. Kreatifitas berpikir sangat diperlukan bagi pebisnis dalam menjalankan bisnisnya, orang berkebun pada kebunnya, dan segala macam aktivitas. Agar muncul “jalan baru”, bukan menurut saja pada kebiasaan orang.

Contohnya, kreatifitas berpikir di bidang transportasi. Dulu hanya kapal dengan layar kain, setelah itu kapal uap, akhirnya kapal yang dijalankan dengan mesin. Mobil buatan 80 tahun yang lalu, berbeda dengan sekarang, bentuknya, kecepatannya dan sebagainya. Segala yang masih “tetap”dalam kungkungan pikiran dan tidak mengenal kreatifitas berpikir akan terkubur atau tersingkir di tepi masyarakat, dan masyarakat yang lebih “cepat” akan berlalu.

Yang menyebabkan pikiran tidak kreatif, terutama karena bodoh, atau jahil, atau goblok. Kebodohan adalah adalah dinding yang menghambat jalan menuju keinginan. Terutama didalam memikirkan hal yang penting-penting. Kebodohan juga disebabkan buta huruf. Tidak pandai menulis dan membaca.

Pada burung terdapat kebiasaan mendidik anak-anaknya agar percaya diri. Si Ibu mendidik anaknya pelan-pelan agar terampil terbang sendiri. Diajarkannya dari melangkahkan kaki hingga membentangkan sayap, lalu disuruhnya terbang sendiri.

Setengah dari faktor tumbuhnya percaya diri dan kreatif dalam berpikir adalah banyak melakukan perjalanan jauh. Jangan “bagai katak dalam tempurung”, dikiranya tempurung itulah langit. Banyak melakukan perjalanan jauh menanamkan kreatifitas dan keluasan berpikir, belajar mengetahui kelebihan yang dimiliki bangsa lain dan kekurangan yang kita miliki.

Orang yang percaya diri cita-citanya tinggi. Jika sifat ini tumbuh di jiwa muda-mudi, akan timbullah kelak pada bangsa itu, suatu tenaga baru. Sebab pemuda adalah cermin masa depan. Jika bangsa itu lemah, orang itu akan mempunyai cita-cita dan keinginan yang tinggi, supaya menjadi kuat. Jika bangsanya dijajah bangsa lain, dia akan berusaha memerdekakan bangsanya sekuat-kuatnya. Dia ingin tegak sebagaimana orang lain tegak. Dan didalam berpuluh bahkan beratus tahun kemudian, tegaklah kebesaran dan kemegahan, sampai nama bangsa tercatat selama-lamanya dalam sejarah. Sebabnya ialah tumbuhnya perasaan percaya diri, kreatifitas dalam berpikir dan cita-cita yang tinggi.

Sebab itu, sebenarnya yang dianugerahkan Allah pada kita hanyalah timbulnya cita-cita. Karena kekuatan itu sebenarnya telah ada dalam diri, dan cita-cita itulah yang memunculkannya. Jika cita-cita tidak ada, kekuatan tidak akan datang.

Maka kelakuan yang paling hina ialah, “belum pergi sudah kembali”, yang paling menghambat jalan menuju kemuliaan.

Tidak ada komentar:

e-Newsletter Pendididkan @ Facebook :

Belanja di Amazon.com :

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]