Ada alasan mengapa orang cerdas bisa melakukan hal-hal bodoh.
Sekelompok anak laki-laki dan perempuan berkostum hitam putih tengah mengobrol di angkringan, membicarakan proses Computer Assisted Test atau tes CAT yang baru saja mereka rampungkan beberapa menit yang lalu. “Tes seleksi kompetensi dasar atau SKD menggunakan sistem CAT. Pada tahap SKD, kita akan diminta menyelesaikan tiga kelompok soal yaitu Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tes Intelegensia Umum (TIU) dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP),” cerita Kiki, salah satu pendaftar CPNS. Proses CPNS, seperti juga proses seleksi di perusahaan-perusahaan swasta, melibatkan beberapa ragam tes untuk menguji calon pekerjanya. Satu hal yang pasti tidak terlewat adalah tes-tes yang terkait dengan tingkat kecerdasan seseorang, atau yang disebut sebagai Tes Inteligensia Umum (TIU) dalam seleksi CPNS, atau juga akrab dengan sebutan tes IQ dalam kehidupan kita sehari-hari.
Tes-tes sejenis sebenarnya pernah kita lakukan semenjak kita di bangku sekolah. Bahkan, pada beberapa media sosial, misalnya Facebook, ada pengembang aplikasi yang dapat digunakan untuk menguji tingkat kecerdasan. Banyak pengguna yang menjajal ragam aplikasi penguji kecerdasan dan tentu saja mengunggahnya di laman media sosial masing-masing, juga jamaknya penggunaan tes itu untuk menguji calon pegawai, memperlihatkan kuatnya pandangan bahwa kecerdasan adalah (salah satu) hal paling berharga bagi manusia. Sementara itu, belum lama ini, dunia pendidikan kita diriuhkan oleh berita mahasiswa doktoral yang melakukan kebohongan terkait kiprah akademiknya. Sebagai penerima beasiswa di salah satu kampus bagus di Belanda, Dwi Hartanto pasti tak kurang cerdas. Namun, mengapa ia melakukan hal yang ia lakukan? (baca klik disini) Di luar urusan kasus itu, kita juga sering mendapati "orang-orang berpengaruh" di sekitar kita tak selalu orang ber-IQ tinggi.
Heather A. Butler dalam tulisannya di Scientific American, menjelaskan fenomena ini. Ia menyatakan, selama ini kecerdasan diukur secara tradisional dengan tes IQ yang mencakup penyelesaian matematis, pengenalan pola, kosakata, dan pemecahan visual. Tes-tes tersebut tidak bisa menggambarkan kemampuan seseorang untuk bersikap bijaksana dalam pengambilan keputusan. Butler menempatkan kemampuan tersebut dalam istilah ‘berpikir kritis’ alih-alih cerdas. “Kecerdasan tidak sama dengan kritis. Perbedaan tersebut yang harus mulai kita pahami. Terutama ketika kita sering melihat orang-orang cerdas yang bertindak bodoh di sekitar kita,” kata Butler menegaskan. Butler menjelaskan bahwa orang yang mempunyai kemampuan berpikir kritis cenderung mempunyai keterampilan menganalisis dan mengevaluasi pernyataan, termasuk kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Kecerdasan sendiri, menurut Dr. Rita Eka Izzaty, dosen Psikologi Pengembangan UNY, adalah kemampuan belajar seseorang untuk memahami sesuatu hal serta kemampuan berpikir tentang ide-ide, simbol-simbol atau hal-hal tertentu yang bersifat abstrak.
Igor Grossmann dalam risetnya yang dipublikasikan Journal of Experimental Psychology (2013) menyatakan bahwa orang-orang yang berpikiran kritis tak mengalami banyak hal buruk dalam hidupnya dan mempunyai hubungan sosial dengan masyarakat yang lebih baik. Riset Grossman juga menunjukkan bahwa sebagian besar tes kecerdasan gagal mengukur kemampuan seseorang dalam bersikap dan berinteraksi dengan orang lain dengan baik. “Barangkali ini juga sebabnya mengapa sejumlah orang cerdas melakukan hal-hal yang bodoh,” kata Grossman. Richard Feloni, wartawan manajemen dan kewirausahaan pada Business Insider menjelaskan hal-hal bodoh yang sering orang cerdas lakukan. Ia mengumpulkan beberapa jawaban dari thread "What are some stupid things that smart people do?" di Quora. Pertama, katanya, orang pintar terlalu banyak menghabiskan waktu untuk berpikir sehingga akhirnya kekurangan waktu untuk mengeksekusi. Kedua, banyak yang memilih ikut arus ketimbang mengikuti cita-cita dan bakatnya sendiri. Ketiga, terlalu menguatirkan risiko, tak berani mencoba hal baru karena kuatir tak berhasil dan kehilangan label "cerdas"-nya. Keempat, usahanya kurang keras dibanding orang-orang yang tak terlalu berbakat. Kelima, meremehkan keterampilan sosial seperti membangun jaringan, mempromosikan diri sendiri, yang tentu saja penting jika Anda memang ingin sukses. Keenam, gagal memahami bias kognitif sendiri atau kurang introspeksi, yang ujungnya menyebabkan seseorang yang pintar malah jadi berpikiran tertutup. Ketujuh, terlalu mementingkan jadi "benar" di atas segala hal lain. Kedelapan, mengukur kecerdasan dari tingkat pendidikan. Padahal, banyak orang sukses yang tak sekolah, sebab mereka jadi cerdas dan bijak karena pengalaman hidup yang lebih kaya ketimbang orang sekolahan. Hal bodoh kesembilan adalah meremehkan orang lain dan mengira kepintarannya lebih dari apa pun. Kesepuluh, terlalu terkungkung teori dan gagal melihat kenyataan. Kesebelas, terlalu mandiri, atau tepatnya merasa bisa mencapai kesuksesan sendiri, padahal berada di lingkungan yang menjadi sistem pendukung yang baik adalah hal penting.
Sumber video : https://www.youtube.com/
Cerdas belum tentu kritis :
Lalu, bagaimana caranya berpikir kritis sehingga bisa bertindak bijak? “Siapa pun dapat memperbaiki kemampuan berpikir kritis, karena berpikir kritis itu bisa dilatih,” kata Heather A. Butler. Penulis Ransom Patterson turut menjelaskan mengenai hal ini. Salah satu yang terpenting untuk dilakukan, menurutnya, kita perlu terus-menerus mempertanyakan hal-hal yang kita pikirkan dan asumsikan. Kita juga harus berupaya memahami bias kognitif kita sendiri. Artinya, kita perlu lebih terbuka dan menerima jika ternyata pikiran kita salah dan ada pendapat lain yang lebih lebih baik atau lebih benar.
Referensi :
- https://www.scientificamerican.com/article/why-do-smart-people-do-foolish-things/
- http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr-rita-eka-izzaty-spsi-msi/htes-inteligensi-bakat-minat-4.pdf
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3594053/
- https://www.businessinsider.com/stupid-things-smart-people-do-2015-6/
- https://collegeinfogeek.com/improve-critical-thinking-skills/
Penulis: Yulaika Ramadhani
Sumber : https://tirto.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar