KATA durhaka memang selalu disandingkan kepada anak. Ya, biasanya anaklah yang durhaka dengan menentang dan tidak menghormati orangtuanya. Padahal, Allah Ta’ala melarang keras hal itu. Dan anak tersebut telah tergolong pelaku dosa besar. Di mana adzabnya akan ia rasakan di dunia ini juga.
Baca juga : "Pendidikan Karakter (membiasakan) itu dimulai dari orang tua"
Meski begitu, tak dapat dipungkiri bahwa orangtua pun bisa saja durhaka pada anak. Seperti halnya tidak memperhatikan anak, tidak memberi nama yang baik pada anak, dan hal lain yang semisal dengan itu. Hal tersebut juga bisa mengundang murka Allah Ta’ala. Lantas, langkah apa yang harus dilakukan orangtua agar tidak tergolong sebagai orangtua yang durhaka?
Pertama, Pentingnya Pendidikan Agama
Sudah menjadi rahasia umum, pendidikan agama menjadi sarana penting guna membentuk insan yang mulia dan berakhlak baik. Walaupun begitu, masih sangat banyak orangtua yang mengabaikan permasalahan ini. Dalam pemilihan tempat pendidikan, banyak orangtua yang lebih memilih menyekolahkan anakanya di sekolah bergengsi, berbau kebarat-baratan, yang di dalamnya cenderung mengesampingkan pendidikan agama. Agaknya, alasan pekerjaan di masa mendatang masih menjadi alasan klasik bagi orangtua dengan tipe seperti ini.
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, “Siapa yang mengabaikan edukasi yang bermanfaat untuk anaknya dan membiarkannya begitu saja, maka ia telah melakukan tindakan terburuk terhadap anaknya itu. Kerusakan anak-anak itu kebanyakan bersumber dari orang tua yang membiarkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dan sunnah din ini kepada mereka. Mereka tidak memperhatikan masalah-masalah agama tersebut saat masih kecil. Sehingga saat sudah besar mereka sulit meraih manfaat dari pelajaran agama dan tidak bisa memberikan manfaat bagi orangtua mereka,” (Tuhfatul Maudud, I: 229).
Kedua, Perhatikan Lingkungan
Tak pelak, baik buruknya lingkungan menjadi faktor penentu kadar keimanan seseorang. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad ﷺ, “Sesungguhnya perumpamaan berkawan dengan orang saleh dan berkawan dengan orang jahat adalah seperti seorang penjual minyak wangi (misk) dan seorang peniup dapur tukang besi. Penjual minyak wangi, dia mungkin akan memberikan kamu atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapatkan aroma harum darinya. Tetapi peniup dapur tukang besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu atau kamu akan mencium bau yang tidak sedap,” (Shahih Muslim No. 4762).
Oleh karenanya, wajib kiranya orangtua mencarikan dan memandu anak dalam mendapatkan lingkungan yang baik. Hal ini seperti lingkungan di rumah maupun di sekolah. Dalam hal ini, hendaknya orangtua juga berperan sebagai ‘penjual minyak wangi’ bagi sang anak.
Ketiga, Jadilah Teladan
Orangtua harus menjadi teladan, kapan pun dan dimanapun, bagi buah hati mereka. Ini sudah menjadi hal yang tak bisa ditawar, terlebih di zaman penuh kerusakan ini. Namun faktanya, banyak orangtua kurang berhasil dalam hal ini. Contoh sederhananya, orangtua menyuruh anak mandi sedangkan mereka sendiri belum mandi dengan berbagai alasan, masih sibuk misalkan.
Hal ini jelas menimbulkan citra negatif terhadap anak. Orangtua terkesan inkonsisten antara perintah dan perilakunya. Mungkin hal ini bisa diterapkan pada anak tahun 1900-an. Tapi mengingat anak zaman sekarang cenderung kritis dan suka membantah, agaknya perilaku orangtua yang cenderung inkonsisten ini harus dihilangkan.
Masih terkait keteladanan. Banyak sekali anak pertama yang menginjak remaja dituntut menjadi teladan bagi adik-adiknya. Ini tentunya bukan hal yang mudah, mengingat masa remaja adalah masa pencarian jati diri, justru orangtua memberikan beban agar si anak menjadi teladan. Idealnya, orangtua tetap menjadi teladan, berapapun usia si anak. []
[ Sumber: cyberdakwah.com ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar