Loading...
Kamis, 21 Juli 2016
Didiklah Anak-Anak Kami
Oleh: Doni Koesoema A
Pemerhati Pendidikan dan Pengajar di Universitas
Multimedia Nusantara,Serpong
APA
sikap yang mestinya dimiliki orangtua saat mengantarkan anak-anak mereka ke
sekolah di hari pertama?
Kolaborasi
sekolah, rumah, guru, dan orangtua hanya akan efektif bila ada sikap
percaya.
Orangtua
percaya pada guru, sekolah, dan putra-putri mereka.
Hilangnya rasa kepercayaan dalam dunia pendidikan telah melahirkan berbagai persoalan yang justru menjauhkan para pendidik dari tugas utama mereka.
Hilangnya rasa kepercayaan dalam dunia pendidikan telah melahirkan berbagai persoalan yang justru menjauhkan para pendidik dari tugas utama mereka.
Tidak
adanya kepercayaan antara orangtua dan guru telah memosisikan guru dan orangtua
dalam keadaan yang saling berlawanan.
Guru
memersepsikan orangtua tidak mau aktif terlibat dalam pendidikan.
Sebaliknya,
orangtua menganggap guru tidak bertanggung jawab dalam mendidik anak-anak mereka
ketika nilai akademis anak mereka rendah.
Ketidakpercayaan
orangtua pada guru juga berimbas pada kepercayaan mereka pada lembaga
pendidikan.
Ketidakpercayaan orangtua pada lembaga pendidikan bisa kita lihat dari maraknya fenomena les-les tambahan yang menjadi beban bagi anak-anak setelah mereka menjalani proses pendidikan di sekolah.
Ketidakpercayaan orangtua pada lembaga pendidikan bisa kita lihat dari maraknya fenomena les-les tambahan yang menjadi beban bagi anak-anak setelah mereka menjalani proses pendidikan di sekolah.
Bahkan,
sampai pada tahap tertentu, putusnya rasa kepercayaan ditandai dengan maraknya
berbagai macam persoalan yang menghadapkan para pendidik sampai ke ranah hukum,
baik itu karena persoalan pendidikan biasa, kasus kekerasan, dan tindakan
kriminal.
Ketidakpercayaan
orangtua pada anak juga ditandai dengan maraknya sikap protektif yang berlebihan
terhadap anak.
Roh
keterlibatan
Anjuran Mendikbud Anies Baswedan agar orangtua menghantar putra putri mereka di hari pertama mungkin bagi beberapa orangtua bukan hal yang baru. Di desa-desa sudah ada kebiasaan ini.
Di
kota besar, malahan ada orangtua yang menghantar anak-anak mereka bukan saja
hari pertama, melainkan juga di hari-hari berikutnya.
Meskipun
anjuran ini sangat klise, ada satu spirit utama yang ingin diangkat kembali,
yaitu perbaikan kualitas relasi dan keterlibatan orangtua dalam pendidikan.
Menghantar
anak bukanlah persoalan utama pendidikan kita saat ini.
Absennya
kualitas kerja sama antara rumah dan sekolah sebagai roh utama pendidikan inilah
yang perlu dihadirkan kembali.
Menghadirkan orangtua dalam pendidikan
terangkum dalam satu konsep dasar, yaitu pelibatan publik.
Anies
Baswedan merupakan satu-satunya mendikbud yang menggemakan kata pelibatan publik
bagi seluruh pelaku dalam ekosistem pendidikan.
Ia
melihat bahwa orangtua ialah pelaku utama peningkatan kualitas pendidikan.
Merekalah
kunci utama perkembangan putra-putri mereka, baik secara mental, akademis,
maupun spiritual.
Karena
itu, simbolisme keterlibatan aktif ini ingin ia tampilkan secara nasional dengan
mengajak para orangtua untuk menghantar putra-putri mereka ke sekolah di hari
pertama.
Bukan
simbolisme
Kolaborasi orangtua sekolah tidak boleh berhenti sekadar sebagai ritual dan simbolis.
Seolah-olah
hanya dengan menghantar anak ke sekolah, orangtua sudah puas dan merasa terlibat
dalam pendidikan putra-putri mereka.
Atau
sebaliknya, pendidik sudah merasakan adanya keterlibatan orangtua dengan cara
bertemu dan berjumpa dengan mereka saat mereka menghantar para siswa ke
sekolah.
Kehadiran orangtua di sekolah akan berkesinambungan bila tumbuh kesadaran bahwa keberhasilan pendidikan putra-putri mereka di sekolah hanya akan terjadi bila ada kolaborasi saling percaya antara sekolah dan rumah secara terus-menerus, sepanjang tahun, saat anak-anak mereka menjalani proses pendidikan.
Kehadiran orangtua di sekolah akan berkesinambungan bila tumbuh kesadaran bahwa keberhasilan pendidikan putra-putri mereka di sekolah hanya akan terjadi bila ada kolaborasi saling percaya antara sekolah dan rumah secara terus-menerus, sepanjang tahun, saat anak-anak mereka menjalani proses pendidikan.
Kesinambungan
kolaborasi antara guru dan orang tua, antara sekolah dan rumah, akan semakin
efektif bila ada kultur kolaborasi antara lembaga pendidikan dan keluarga.
Fokus
kolaborasi berkesinambungan antara sekolah dan rumah bukan semata-mata
terbentuknya jalinan komunikasi yang baik antara guru dan orang tua, melainkan
juga terutama berfokus pada peningkatan kemampuan akademik yang akan membentuk
karakter anak yang akan membuat mereka siap dalam menjalani profesi hidup di
masa depan.
Ada
beberapa strategi yang bisa dilakukan agar orangtua dan sekolah memiliki
kolaborasi yang baik dan berkesinambungan.
Pertama, guru dan orangtua mendesain kultur sekolah yang berfokus pada peningkatan prestasi siswa.
Pertama, guru dan orangtua mendesain kultur sekolah yang berfokus pada peningkatan prestasi siswa.
Ini
berarti ada sistem dan struktur yang mengikat orangtua dan sekolah sebagai
sebuah kewajiban dalam pembentukan karakter siswa sebagai pembelajar.
Pertemuan-pertemuan,
dialog, komunikasi, dan program yang dirancang sekolah haruslah berfokus pada
peningkatan karakter siswa sebagai seorang pembelajar yang kritis dan
bertanggung jawab.
Kedua,
selain berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan siswa individu per
individu, yaitu tiap-tiap orangtua berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan
putra-putri mereka, orangtua dan sekolah bisa saling terlibat dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran bagi seluruh siswa.
Ketiga,
menumbuhkan komunikasi interpersonal yang dewasa, jujur dan tanpa pamrih antara
guru dan orangtua.
Tidak
jarang, orangtua, sering kali karena alasan-alasan tertentu, memberikan
gratifikasi kepada para guru.
Demikian
juga di kalangan guru, mereka kadang berharap ada apresiasi dari orangtua
terhadap kinerja mereka, berupa imbalan materi, atau dalam kasus ekstrem terjadi
jual beli nilai antara orang tua dan guru.
Komunikasi
interpersonal yang dewasa, jujur, dan tanpa pamrih ini menjadi tantangan, baik
bagi orangtua maupun guru, agar masing-masing sungguh-sungguh menjadi semakin
profesional dan memiliki integritas moral, baik sebagai orangtua maupun sebagai
pendidik.
Tiga
strategi di atas, bila dipraktikkan, akan semakin menguatkan proses pendidikan
anak di sekolah.
Fokus
dari strategi di atas ialah perkembangan siswa sebagai pembelajar yang
bertanggung jawab.
Dengan
bertumbuhnya individu siswa sebagai pembelajar yang bertanggung jawab, karakter
lain, seperti cinta pada kebenaran, keteguhan sikap moral, tahan banting
menghadapi kesulitan, dan berani berjuang apa pun risikonya demi memperoleh apa
yang bernilai dan bermakna dalam hidup meraka, akan mengikuti.
Ini hanya bisa terjadi jika orangtua dan guru menaruh kepercayaan pada kemampuan, bakat-bakat, dan keunikan siswa.
Ini hanya bisa terjadi jika orangtua dan guru menaruh kepercayaan pada kemampuan, bakat-bakat, dan keunikan siswa.
Hari
pertama sekolah selalu menjadi awal penuh harapan bagi siswa dan orangtua.
Orangtua
akan menghantar anak memasuki dunia yang lebih luas.
Sementara
itu, anak mereka akan memulai petualangan dan pengalaman di lingkungan yang
baru.
Di
banyak benak anak Indonesia, hari pertama masuk sekolah tetap menjadi kenangan
terindah.
Di
depan pintu gerbang sekolah, guru, sang pendidik, sudah siap sedia menerima
putra-putri terbaik orangtua yang akan dipercayakan kepada mereka.
Ungkapan
saling percaya itu hanya bisa diungkapkan dengan sapaan penuh kepercayaan,
harapan, dan kerendahan hati, yaitu "Bapak ibu guru, ini permata kami. Didiklah
anak-anak kami."
[ Sumber : www.mediaindonesia.com ]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
e-Newsletter Pendididkan @ Facebook :
Belanja di Amazon.com :
PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar